Senin, 16 November 2009

LANJUTAN ADAB ADAB SEBAGAI KOKAM

2. Adab Anggota KOKAM Terhadap Dirinya
a. Tazkiyah (Mensucikan Diri)
Yakni, mensucikan diri dari dosa, kesalahan, dan maksiat dengan jalan bertaubat dari perbuatan dosa yang telah dilakukan, mengerjakan perbuatan-perbuatan baik yang dapat menghapus perbuatan-perbuatan buruk, serta menjauhi perbuatan maksiat dan tempat-tempat yang menggelincirkan kepada perbuatan maksiat sehingga tidak terjerumus sekali lagi dalam perbuatan dosa. Dan juga bermujahadah dalam meningkatkan nafs (jiwa), dari ‘Ammarah bissuu’ (selalu menyeru kepada kejahatan), menjadi Nafsul Lawwamah (menyesali terhadap perbuatan buruk), kemudian menjadi Nafsul Muthma’innah (jiwa yang tenang).
Allah swt Berfirman :
“Dan demi jiwa serta penyempurnaannya. Maka Allahmengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya. Sungguh amat beruntunglah orang yang mensucikannya. Dan sungguh merugilah orang yang mengotorinya. (Asy-Syamsy : 7-10).
b. Tahalliyah (Berhias)
Yakni, berhias, meperbagus, dan memperelok diri dengan perbuatan-perbuatan baik dan terpuji, serta bersegera dan berlomba-lomba dalam mengerjakannya, dan memperbanyak bekal taqwa.
Allah swt Berfirman :
“Kemudian Kami wariskan Kitab itu kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu diantara mereka ada yang menzalimi diri mereka sendiri, dan diantara mereka ada yang pertengahan, dan diantara mereka ada yang paling dahulu berbuat kebaikan dengan idzin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar”.(Faathir : 32)
“...maka berlomba-lombalah kalian (dalam berbuat) kebaikan...”.(Al-Baqarah : 148)
“Berlomba-lombalah kalian kepada (mendapatkan) ampunan Rabb kalian dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi...”.(Al-Hadiid : 21)
“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Rabbmu dengan rasa ridha lagi diridhai (oleh-Nya). Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku”. (Al-Fajr : 28-30)
“Berbekallah kalian, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa. Dan bertaqwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal”. (Al-Baqarah : 197)
c. Takhalliyah
Yaitu, mengosongkan hati dari kecintaan terhadap dunia, cenderung kepadanya, tamak terhadapnya dan mencintai keelokannya...serta mencintai kehidupan di akhirat, senantiasa melihatnya dan merindukan kenikmatannya. Dengan ibarat lain yang lebih simple yaitu mengosongkan hati dari segala sesuatu selain Allah serta mengisinya dengan apa-apa yang Dia cintai dan Dia ridhai.
Allah swt Berfirman :
“Dan sesungguhnya akhir itu lebih baik bagimu dari permulaan”. (Adh-Dhuha : 4)
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri dan dia mengingat nama Rabbnya, lalu dia shalat. Tetapi kalian (orang-orang kafir) lebih mengutamakan kehidupan duniawi, sedang kehidupan akherat adalah lebih baik dan lebih kekal”. (Al A’laa : 14-17)
3. Adab Anggota KOKAM Terhadap Anggota KOKAM dan Muslim Lain
a. Mahabbah (Cinta)
Rasa cinta karena Allah yang menyusup ke dalam relung hatinya dan menguasai perasaannya terhadap ikhwan-ikhwannya yang berserikat dengannya pada jalan keimanan, perjuangan dan jihad. Dia tidak akrab dan ramah kecuali kepada mereka, tidak merasa gembira dan senang kecuali bersama mereka, dan tiada merasa lega dan tenang kecuali duduk dan berkumpul dengan mereka.
Allah swt Berfirman :
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka; kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam injil, yaitu seperti tanaman mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mu’min). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shaleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar”. (Al-Fath : 29)
“...Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang-orang mu’min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia allah, diberikan-Nya kepa siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui “. (Al-Maa’idah : 54)
Rasulullad saw bersabda :
“Barangsiapa yang senang bisa memperoleh manisnya iman, maka hendakla ia mencintai seseorang, yang dia tidak mencintainya kecuali semata-mata karena Allah”. (HR Ahmad dan Al-Hakim)
“Sekali-kali kalian tidak akan memperoleh kebajikan sehingga kalian beriman, dan kalian tidak akan beriman sehingga kalian saling mencinta. Sukakah kalian saya tunjukkan kepada sesuatu yang jika kalian kerjakan akan menyebabkan kalian saling mencinta? Sebarkanlah salam di antara kalia.”(HR Muslim)
“Amalan yang paling aku senangi adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah”. (HR Ahmad)
“Apabila seseorang di antara kalian mencintai saudaranya, maka hendaklah dia memberitahukan kepadanya bahwa dia mencintainya”. (HR Ahmad, Al Bukhari, Abu Dawud, At Tirmidzi, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim)
b. Ta’awun (Tolong Menolong)
Tolong menolong dengan sesama Muslim dalam berbuat, kebaikan, kebajikan dan taqwa, bantu membantu dan saling memperkokoh sehingga wawasan dan pemikiran menjadi luas, pengetahuan dan pengalaman menjadi banyak, berubah dari sedikit menjadi banyak, dari lemah menjadi kuat, dari tidak bisa menjadi mampu, sehingga yang sulitpun menjadi mudah, yang berat jadi ringan, dan yang mustahil menjadi kenyataan. Allah Ta’ala memerintahkan orang-orang beriman agar tolong-menolong dalam berbuat kebaikan, agar yang melaksanakannya menjadi kuat dan agar menjadi besar hasil dan pencapaiannya. Sebaliknya Allah melarang mereka tolong-menolong dalam berbuat kejahatan.
Allah swt Berfirman :
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni`mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni`mat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.
Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat”.(Al – ‘Imran :103 – 105)
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma`ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka ta`at kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (At Taubah : 71)
“…dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah.
Yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka”. (Ar Rum :31-32)
“Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu (ukhuwah), niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar”. (Al Anfal :73).
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Alla, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya” . (Al-Maidah : 2)
c. Rahmat (Kasih Sayang)
Belas kasih kepada sesama muslim, yang demikian itu adalah dengan memenuhi apa yang menjadi hak-hak merejka, menutup aib mereka, mema’afkan kesalahan mereka, menolong mereka yang terkena musibah, mengobati mereka yang terluka, memberi makan mereka yang lapar, memberi minum mereka yang haus, mencari tahu keadaan dan ikhwal mereka, mendo’akan mereka diluar pengetahuan mereka, dan menyukai sesuatu kebaikan untuk mereka sebagaimana dia menyukai untuk dirinya, bahkan mengutamakan mereka atas dirinya meski dia membutuhkannya.
Allah swt Berfirman :
“Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdo’a:”Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang”. (Al Hasyr : 9-10)
Rasulullah bersabda :
“Hak seorang muslim atas muslim yang lain ada lima : Membalas salam, menengok yang sakit, mengantarkan jenazah, memenuhi undangan, mendo’akan orang yang bersin dengan ucapan “Yarkamukallah”.(HR Bukhari dan Muslim)
“Barangsiapa yang menutup (aib) saudaranya muslim di dunia dan tidak mencemarkannya, maka Allah akan menutup (aib)nya pada hari kiamat”.(HR Ahmad)
“Barangsiapa yang mema’afkan seorang muslim, maka Allah Ta’ala akan mema’afkan kesalahannya”.(HR Abu Dawud, At Tirmidzi dan Al Hakim)
“Orang-orang yang pengasih akan dibalas dikasihani Allah Tabaara wa Ta’ala, belas kasihilah orang yang ada di bumi, maka mereka yang di langit akan berbelas kasih kepada kalian”. (HR Ahmad, Abu Dawud, At Tirmidzi dan Al Hakim)
“Orang yang menunjukkan kepada suatu kebaikan adalah seperti orang yang mengerjakannya”. (HR Al Bazzar dan Ath Tabrani)
“Tiada seseorang yang menelantarkan seorang muslim pada suatu keadaan di mana harga dirinya dilecehkan dan kehormatannya dilanggar melainkan Allah Ta’ala tidak akan mempedulikannya pada suatu keadaan di mana ia berharap pada pertolongan-Nya, dan tiada seseorang yang menolong seorang muslim pada suatu keadaan di mana harga dirinya dilecehkan dan kehormatannya dilanggar melainkan Allah akan menolongnya pada suatu keadaan dimana ia berharap pada pertolongan-Nya”.(HR Ahmad dan Abu Dawud)
4. Adab Anggota KOKAM Terhadap Pimpinannya
a. Tsiqoh (Percaya) Penuh Kepada Pimpinannya
Jangan sampai dia dihinggapi keraguan yang merusak, jangan sampai menimpa pada dirinya prasangka-prasangka yang menimbulkan dosa, dan jangan sampai dirinya dikuasai oleh syak wasangka yang keliru, dan jangan sampai kepercayaannya digoyahkan oleh isu-isu bohong. Oleh karena ia tahu betul seorang pimimpin tidak naik ke tingkatan tersebut tanpa melalui proses kenaikan jenjang demi jenjang, dan dia tidak sampai ke sana secara serampangan, dan dia tidak meraihnya dengan jalan merebut atau merampas. Akan tetapi seorang pimimpin muncul melalui proses penyaringan di kalangan ikhwan-ikhwan yang terbaik, sedangkan proses penyaringan tersebut tercapai dari hasil interaksi dan ujian selama bertahun-tahun lamanya, maka mereka yang menjadi pimimpin adalah yang terbaik dari yang terbaik, bahkan mereka adalah orang-orang pilihan dari yang terbaik.
Maka sudah seyogyanya kalau kepercayaan itu harus tetap kuat dan kokoh, tidak tergoyahkan, kendati orang-orang munafik dan para pengikut hawa nafsu menyebarkan berita yang menakutkan, melemparkan berbagai macam tuduhan, dan menyebarkan isu-isu bohong. Sebagaimana sudah sepantasnya pulalah kepercayaan tersebut terus tetap terjaga dalam segala keadaaan – dalam keadaan sukses maupun gagal – sepanjang pimpinan tetap melangkah pada jalur yang benar dan jalan yang lurus, dan bekerja dengan sungguh-sungguh serta berijtihad untuk mencapai sasaran dan tujuan yang diinginkan. Jika pimpinan benar, maka dia beserta seluruh anak buahnya memperoleh dua pahala, sedangkan jika salah, maka dia dan anak buahnya memperoleh satu pahala.
Kepercayaan ini tidak boleh dicabut kecuali dalam keadaan dimana pimpinan menunjukkan kekufuran yang nyata atau gila atau mengikuti hawa nafsu hingga melampui batas, yakni melalui majlis permusyawaratan yang memiliki pengamatan yang jelas, gambaran yang nyata, dan pengetahuan yang sebenarnya tentang perkara tersebut.
Pada kisah pelanggaran yang diperbuat oleh pasukan pemanah terhadap perintah Rasulullah dalam perang Uhud, tersimpan penyebab yang merubah situasi pertempuran dari kemenangan menjadi kekalahan.
Menetapi ketaatan, sesungguhnya kekuatan iltizam, yakni menetapi ketaatan dan kedisiplinanpada satu jama’ah
Allah swt Berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (An-Nisa’ : 59)
Rasulullah saw bersabda :
“Barangsiapa melepaskan tangannya dari ketaatan, maka dia akan menjumpai Allah pada hari kiamat dalam keadaan tidak memiliki hujjah. Dan barangsiapa yang mati sedangkan tidak ada di lehernya ikatan bai’at, maka dia mati seperti matinya orang jahiliyyah.” (HR Muslim)
“Siapa yang memerintahkan kalian, dari para pemimpin untuk berbuat maksiat, maka janganlah kalian mentaatinya.” (HR Ahmad, Ibnu Majah, dan Al Hakim)
“Wajib bagi seorang muslim untuk mendengar dan taat (kepada pemimpin) dalam apa yang ia sukai dan tidak ia sukai, kecuali jika diperintah untuk berbuat maksiat. Maka apabila kamu disuruh berbuat maksiat, tidak ada (kewajiban untuk) mendengar ataupun taat.” (HR Al-Bukhari dan Muslim)
“Apabila tiga orang pergi dalam perjalanan, maka hendaklah mereka mengangkat salah satu di antara mereka sebagai amirnya.”(HR Ibnu Majah)
b. Wala’ (Loyal) Kepada Pimpinan
Dengan jalan mendukung, menolong, membantu serta menopangnya dengan segenap kekuatan dan kemampuan yang similiki. Oleh karena kekuatan pimpinan berasal dari kekuatan-kekuatan personal-personalnya. Jika mereka menguatkan dan menolongnya, maka ia akan menjadi kuat dan akan menang dengan izin Allah, sebaliknya jika mereka menelantarkannya dan tidak mempedulikannya, maka akan menjadi lemah dan gagal.
Dan hendaklah selalu menyertai dalam keadaan senang maupun susah, dalam keadaan lapang maupun sulit dan membantu dengan segenap kemampuan untuk meringankan tanggungjawab dan beban pimpinannya, tidak boleh disibukkan oleh perkara-perkara sampingan yang tidak begitu penting, supaya dia dapat berkonsentrasi pada tugas-tugas yang utama. Bisa kita simak kembali pada peristiwa perang Hunain dengan tingkat keloyalan tang tinggi maka beberapa sahabat yang selalu berada di sekitar Rasulullah untuk membentengi dari serbuan orang-orang kafir, dan juga pada peristiwa perang Uhud.
c. Taat Kepada Pimpinannya
Dengan segala apa yang diperintahkan padanya, sepanjang dia tidak diperintah berbuat maksiat. Dia tidak boleh mempertahankan pendapatnya sendiri dan mengesampingkn pendapat pimpinan, meski merasa yakin kalau pendapatnya adalah benar. Dia harus mengemukakan pendapatnya kepada pimpinan, dan kemudian berpegang pada pendapat pimpinan, baik pimpinan menyetujui pendapatnya atau menolaknya. Sebagai contoh adalah tidak taatnya pasukan panah pada peristiwa perang Uhud.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar