Selasa, 01 Desember 2009

Lanjutan Adab KOKAM

5. Adab Pimpinan Terhadap Anggota KOKAM
a. Adil
Keadilan adalah landasan kokoh yang menopang tegaknya kepemimpinan, tanpa keadilan maka perjalanannya akan berakhir dengan kelemahan, kejatuhan dan kepunahan. Pimpinan wajib memperhatikan urusan seluruh bawahannya, berlaku adil kepada mereka semua dan menghormati mereka tanpa mengistimewakan mengistimewakan salah satu atas satunya yang lain atau satu kelompok atas kelompok yang lain : seperti misalnya, mengistimewakan kerabatnya atau orang-orang yang sedaerah dengannya atau mereka yang berharta atau mereka yang berpangkat terhadap yang lain dalam hal penugasan atau pemberian atau pembagian. Agar dia tidak terjatuh dalam kemurkaan Allah dan kemarahan manusia, sehingga dia tidak mendapatkan pertolongan dari Allah maupun dari bawahannya.
Allah swt Berfirman :
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemunkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”.(An-Nahl : 90)
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidal adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Al-Maidah 8)
“...dan apabila kalian berkata, maka hendaklah kalian berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat kalian...”. (Al-An’am : 152)
“...Dan orang-orang zhalim itu, Allah menyediakan bagi mereka siksa yang pedih”. (Al-Insan : 31)
Rasulullah saw bersabda :
“Takutlah kalian terhadap (tindak) kezhaliman, karena kezhaliman itu merupakan kegelapan pada hari kiamat”. (HR. Ahmad, Ath-Thabrani, Al Baihaqi)
“Tiadalah seorang pemimpin kabilah melainkan dia akan didatangkan (dalam persidangan) pada hari kiamat dalam keadaan terbelenggu, sampai keadilan melepaskannya atau kelaliman membinasakannya”. (HR. Al-Baihaqi)
“Tiadalah seorang pemimpin yang diberi tanggungjawab untuk memimpin suatu kabilah, melainkan dia akan ditanya perihal mereka pada hari kiamat”. (HR. Ath-Thabrani)
“Adil itu bagus, akan tetapi (keadilan) pada para pemimpin itu jauh lebih bagus...”. (HR. Ad-Dailami)
“Sebaik-baik amir sariyah (komandan pasukan) adalah Zaid bin Haritsah; dia paling berlaku sama rata dalam pembagian dan paling adil terhadap rakyat”. ( Al-Hakim)
b. Lemah Lembut
Seorang pemimpin haruslah bertaqwa kepada Allah, berlaku lemah lembut kepada bawahan dan prajuritnya, berjalan di tengah-tengah mereka seperti jalannya orang-orang yang terlemah di antara mereka, agar ia tidak memberatkan mereka sehingga mereka menjadi susah dan berkeluh kesah, kecuali apabila memang keadaan menuntut harus berlaku tegas dan keras, maka tidak mengapa baginya berlaku kasar dalam keadaan yang seperti itu.
Dalam Ghazwah Muraisi’, Nabi saw pernah melakukan perjalanan berat untuk kembali ke Madinah, berjalan dari pagi hingga petang dan malam sampai pagi, ketika panas matahari menyengat barulah mereka singgah untuk beristirahat. Kemudian beliau melakukan perjalanan lagi seperti itu hingga tiba di Madinah dalam tempo 3 hari.
Rasulullah saw bersabda :
“Berjalanlah kalian menurut (kadar kemampuan) orang yang terlemah diantara kalian”. (Ringkasan dari tafsir Ibnu Katsir dalam surat Al-Munafiqun)
“Tiadalah kelemah lembutan melekat pada sesuatu melainkan ia akan mempereloknya, dan tiadalah kelemah lembutan terlepas dari sesuatu melainkan ia akan memperburuknya”.(HR Abdu bin Hamin dan Adh-Dhiya’ dari Anas)
“Sesungguhnya Allah senang apabila diambil rukhshat (keringanan)-Nya, sebagaimana Dia benci didatangi maksiat-Nya”. (HR Ahmad, Ibnu Hiban dam Al-Baihaqi)
dibawah ini beberapa adab pimpinan terhadap bawahannya, yang dinukil secara ringkas dari kitab Ahkam As-Sulthaniyah, tulisan Al-Mawardi :
1. Berlaku lemah lembut terhadap mereka
2. Memeriksa dan meneliti kendaraan-kendaraan yang mereka naiki serta memastikan kelaikan dan kebagusannya.
3. Memilih (menugaskan) orang-orang yang cerdik dan pandai di dalam pasukan, agar ia dapat mengetahui keadaan pasukan melalui perantaraan mereka.
4. Memeriksa dengan teliti pasukan serta senantiasa mencari kelemahan yang ada padanya, kemudian mengeluarkan mereka yang terbukti membuat lemah semangat dan menggoyahkan mental pasukan. Sebagaimana Rasulullah saw pernah mengeluarkan Abdullah bin Ubay bin Salul pada salah satu Ghazwahnya, lantaran ia melemahkan semangat pasukan.
5. Berlaku adil dan berlaku sama rata terhadap seluruh anah buahnya, tidak mengistimewakan satu kelompok atas kelompok yang lain atau satu individu atas individu yang lain kecuali berdasarkan kemampuannya serta senantiasa menghindarkan diri dari sesuatu yang dapat menimbulkan perselisihan, konflik dan permusuhan.
6. Menjaga pasukan dari serangan dan serbuan musuh secara mendadak.
7. Memilih tempat-tempat persinggahan, dan medan-medan pertempuran, dimana medan tersebut sangat membantu mereka dalam peperangan dan pertahanan.
8. Mempersiapkan bekal dan perlengkapan yang dibutuhkan pasukan.
9. Selalu memantau gerak-gerik dan khabar musuh agar selamat dari tipu dayanya.
10. Memperkuat spiritual dan harapan mereka akan kemenangan, untuk menambah keberanian mereka dalam bertempur, dan ini termasuk salah satu faktor yang mendorong kemenangan, sebagaimana dalam firman Allah swt :
“(yaitu) ketika Allah menampakkan mereka kepadamu di dalam mimpimu (berjumlah) sedikit. Dan sekiranya Allah memperlihatkan mereka kepada kamu (berjumlah) banyak tentu kamu menjadi gemetar dan tentu saja kamu akan berbantah-bantahan dalam urusan itu, akan tetapi Allah telah menyelamatkan kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala isi hati”. (Al-Anfal : 43)
11. Bermusyawarah dengan orang-orang yang memiliki pengetahuan dan orang-orang yang bijak agar terhindar dari kesalahan (dalam membuat keputusan), sebagaimana Firman Allah swt :
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekat, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya”.(Ali Imran 159)
Rasulullah saw bersabda :“Tiada suatu kaum mau bermusyawarah, melainkan mereka akan dituntun kepada yang terbaik dari perkara-perkara mereka”.
12. Menjaga pasukan agar tidak melakukan kerusakan dan maksiat, serta menindak mereka yang melakukan perbuatan sia-sia dan merusak.
Harits bin Hibban meriwayatkan hadits dari Aban bin ‘Utsman, dari Nabi saw bahwasannya beliau pernah bersabda :
“Cegah/laranglah pasukan kalian dari melakukan kerusakan, karena sesungguhnya tiada sekali-kali suatu pasukan berbuat kerusakan melainkan pasti Allah akan mencampakkan rasa takut dalam hati mereka. Dan cegahlah pasukan kalian dari perbuatan ghulul, karena sesungguhnya tiada sekali-kali suatu pasukan berbuat ghulul, melainkan Allah akan menguasakan kepada mereka kegentaran. Dan cegahlah pasukan kalian dari perbuatan zina, karena sesungguhnya tiada sekali-kali suatu pasukan berbuat zina, melainkan Allah akan menguasakan kepada mereka kematian”.
Abu Darda’ berkata :
“Wahai manusia, kerjakanlah amal-amal yang shaleh sebelum berperang, karena sesungguhnya kalian berperang dengan amal-amal kalian”.
Pimimpin haruslah menyayangi bawahannya seperti kasih sayang orang tua kepada putra-putranya. Mereka adalah amanah yang dititipkan padanya, kelak diminta pertanggungjawabannya pada hari kiamat, maka janganlah ia membawa mereka ke tempat-tempat yang membahayakan keselamatan mereka atau menghantarkan mereka kepada bahaya, namun jika ia harus berbuat demikian dan sikon menuntut untuk menempuh bahaya tersebut, maka sebisa mungkin ia harus menopang mereka dengan sesuatu yang dapat menjaga dan melindungi keselamatan mereka.
c. Musyawarah
Tatkala terjadi tukar pendapat, timbal balik nasehat, diskusi dan musyawarah bersama para pakar dan spesialis, akan memberikan bekal yang melimpah dalam hal informasi, data, sarana-prasarana, taktik, planning, langkah-langkah dan solusi-solusi bagi pimpinan dan bekal-bekal itu akan menambah luas cakrawala berpikirnya, memperkaya wawasannya, memperjelas essensi persoalan dan mempermudah perkara-perkara yang dihadapinya.
Allah swt Berfirman :
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka ta’at kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.(At-Taubah 71)
“Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah mebulatkan tekad, maka bertawakkallah kepad Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”.(Ali Imran 159)
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Rabbnya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka;dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka”. (Asy-Syura 38)
Rasulullah saw bersabda :
“Orang yang dimintai pendapat harus dapat dipercaya, jika mau ia berhak memberikan pendapat atau tidak”. (HR Ath-Tabrani)
“Orang yang diminta pendapat harus dapat dipercaya, jika ia diminta berpendapat, hendaklah ia memberikan suatu pendapat sebagaimana ia melakukan untuk dirinya sendiri”.(HR Ath-Thalisi)
“Tidak akan kecewa orang yang telah mencari pilihan (terbaik), dan tiak akan menyesal orang yang telah meminta pendapat, dan tidak akan miskin, orang yang (hidup) bersahaja”. (HR Ath-Tabrani)
“Tolonglah saudaramu baik ia zhalim (berlaku aniaya) ataupun yang madzlum (dianiaya).”Maka bertanyalah seseorang yang mendengarnya, “Ya Rasulullah, aku menolongnya jika dianiaya, lalu apa pendapat tuan jika ia zhalim? Bagaimana aku menolongnya?” Beliau menjawab,”Engkau cegah ia atau engkau halangi ia dari berbuat zhalim, karena sesungguhnya itulah cara menolongnya”.(HR Al-Bazzar dan Ath-Thabrani)
“Orang yang menunjukkan kepada kebaikan, adalah seperti orang yang mengerjakannya”. (Sirah An-Nabawiyyah)
Dari Abu Hurairah r.a. dia berkata :”Aku tidak pernah melihat seseorang yang begitu sering bermusyawarah dengan para sahabatnya, daripada Rasulullah”.(HR Al-Hakim)
6. Adab Anggota KOKAM dalam Perjuangan dan Peperangan
a. Baro’ah (meninggalkan dosa dan maksiat)
Melepaskan diri dari aib dan dosa, yakni dengan meninggalkan maksiat, bertaubat kepada Allah dari dosa yang pernah diperbuat, meluluskan niat dalam berjuang semata-mata hanya untuk Allah, dan melepaskan tanggungan dari para pemilik hak yang ada padanya dengan jalan membayarnya atau meminta kerelaan atau meminta izin dari pemilik hak tersebut.
Rasulullah bersabda :
“Diampunkan bagi orang yang mati syahid dari semua dosa kecuali hutang”.(HR Ahmad dan Muslim)
“Orang yang mati syahid di darat diampunkan semua dosanya kecuali hutang, dan orang yang mati syahid di laut diampunkan semua dosa, juga hutang dan amanahnya”.(HR Abu Nu’aim)
b. Tajhiz (menyiapkan perbekalan)
Menyiapkan dan mempersiapkan keperluannya selama pergi berperang atau berjuang di jalan Allah, baik makanan, minuman, pakaian dan peralatan-peralatan lain termasuk senjata kendaraan dan lain sebagainya jika pimpinan tidak menyediakan. Jika sudah disediakan seperti sudah dibentuk bagian logistik maka tinggal menggunakan dan merawatnya dengan sebaik-baiknya.
c. Mulazamatudz-dzikir (senantiasa berdzikir)
Seorang anggota KOKAM harus senantiasa mengingat Allah Ta’ala, memohon pertolongan-Nya, bertawakal pada-Nya, dan menggantungkan harapan pada-Nya dalam setiap gerak dan seluruh keadaannya.
Oleh karena bantuan, kekuatan, dan pertolongan hanya datang dari pada-Nya saja, dan Dia berkuasa atas segala sesuatu. Maka yang mula pertama anggota KOKAM harus gandrungi adalah mengerjakan shalat yang wajib, tilawah Al-qur’an, meperdalam pengetahuan dalam urusan Dien khususnya fiqh jihad fi sabilillah, sebagaimana ia harus memiliki kecintaan yang sangat kuat untuk mengerjakan shalat-shalat sunnat, berdzikir, dan membaca doa-doa yang ma’tsur;demikian pula ia harus bersungguh-sungguh untuk menjadikan dirinya zuhud terhadap dunia serta cinta kepada kehidupan akhirat, ia putuskan segala pikiran yang mendorong kepada kecintaan terhadap harta, perniagaan, keluarga, anak, kesenangan dunia dengan segala perhiasannya...sampai ia dapat memutus jalan syetan dan menutup pintu masuk ke dalam dirinya untuk membujuk, menggoda dan menipu, sehingga tinggallah ia sendiri bersama Rabbnya, menyembah, memohon pertolongan, mengharap, dan menginginkan dengan sungguh-sungguh apa-apa yang ada pada sisi-Nya. Demikian pula ia harus bersungguh-sungguh dalam mempraktekkan adab-adab Islam dalam semua urusannya. Tidak meninggikan suara dalam berdzikir selama berperang di luar keperluan, tidak mengharap bertemu dengan musuh, tapi memohon kepada Allah keselamatan, keteguhan, kesabaran, dan syahadah, serta karunia di syurga.
Allah swt Berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung”.(Al-Anfaal 45)
Diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal ra, bahwasannya Rasulullah saw pernah bersabda :
“Berbahagialah bagi orang yang banyak menyebut (nama) Allah dalam jihad, karena sesungguhnya ia memperoleh dengan satu kata (yang ia ucapkan) tujuh puluh ribu hasanah, dan setiap hasanah dari padanya ia mendapat sepuluh kali lipat yang semisalnya dari sisi Allah sebagai tambahan”.(HR Ath-Thabrani)
Diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal ra, dari Rasulullah saw bahwasannya pernah seorang lelaki bertanya kepada beliau :
“Mujahidin mana yang paling besar pahalanya?” Beliau menjawab :”Yang paling banyak berdzikir kepada Allah Tabaaraka wa Ta’ala..”.(HR Ath-Thabrani)
Dalam peristiwa perang Badar Rasulullah berdo’a dengan menghadap kiblat, kemudian menjulurkan tangannya ke atas, beliau lalu memuji Rabbnya dan berdoa :
“Ya Allah, penuhilah apa yang telah Engkau janjikan kepadaku : Ya Allah datangkanlah apa yang telah Engkau janjikan kepadaku; Ya Allah, andai binasa segolongan (kecil) dari ahli Islam ini, niscaya Engkau tidak akan lagi disembah di muka bumi”.
Beliau terus menghiba dan memohon kepada Rabbnya, menengadahkan kedua tangannya hingga terjatuh jubahnya. (HR Muslim)
Dari ‘Abdullah bin Abu Aufa ra, dia berkata :”Pada suatu hari ketika Rasulullah saw sedang berhadapan dengan musuh, beliau menunggu hingga matahari condong ke barat, kemudian beliau berdiri di hadapan khalayak dan berkata :
“Wahai sekalipun manusia, janganlah kalian menginginkan bertemu dengan musuh, mintalah kepada Allah keselamatan, dan jika kalian menghadapi musuh maka bersabarlah, dan ketahuilah bahwa surga itu di bawah naungan pedang”.
Kemudian beliau berdo’a :
“Ya Allah, yang menurunkan Al Kitab, yang menjalankan awan, yang mrngalahkan Ahzab (pasukan yang bersekutu), kalahkanlah mereka dan menangkanlah kami atas mereka”.
Dalam riwayat lain dikatakan:
“Ya Allah yang menurunkan Al Kitab, yang sangat cepat perhitungan-Nya, kalahkanlah pasukan yang bersekutu, Ya Allah, kalahkanlah mereka dan goncangkanlah mereka”. (HR Bukhari dan Muslim)
7. Adab Anggota KOKAM ketika Menghadapi Peperangan
Senantiasa Mengingat Keagungan Allah, Teguh, senantiasa Muhasabah (Instropeksi), serta Sabar dan Mushabarah
Sesungguhnya saat-saat berperang melawan usuh, khususnya ketika dua pasukan telah saling berhadapan dan saling menyerang, merupakan saat-saat yang menggetarkan. Saat seperti itu merupakan beban yang berat dan mengandung nilai yang penting dalam peperangan. Masing-masing pihak berusaha mengacaukan lawannya, menjatuhkan morilnya, menanamkan ketakutan dan perasaan takut mati serta melemahkan semangat mereka dengan serbuan yang menakutkan; taktik strategi yang mencengangkan maupun pendadakan yang mengejutkan. Maka pihak manapun yang memenangkan peperangan ini, akan dapat mengendalikan jalannya peperangan; akan mampu memanaskan dan mendinginkan situasi kapanpun dikehendaki, meningkatkan semangat dan moril pasukannya, serta akan mampu mencapai kemenangan dan menghindarkan diri dari kekalahan.
Kontak senjata yang pertama menjadi ukuran terhadap langkah-langkah selanjutnya, bernilai negatif atau positif, menentukan kalah atau menang. Untuk itu sudah seharusnya suatu pasukan teguh hati di medan peperangan dengan membekali diri dengan kekuatan iman yang kokoh, moril (ruhiyah) yang tinggi dan semangat yang membara, dimana hal itu bisa didapatkan dari slogan-slogan dan semboyan perjuangan yang mulia, nasihat dan arahan imaniah untuk senantiasa dzikrullah dan bersabar terhadap bala’ serta kerinduan kepada syurga dan kepada mati syahid dan kecintaan untuk bertemu dengan Allah swt.
Allah swt Berfirman :
“Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mu’minin itu untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar diantara kamu niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang (yang sabar) diantara kamu, maka mereka dapat mengalahkan seribu daripada orang-orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti”.(Al-Anfal : 65)
“Maka berperanglah kamu pada jalan Allah, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri. Kobarkanlah semangat para mukmin (untuk berperang). Mudah-mudahan Allah menolak serangan orang-orang yang kafir itu. Allah amat besar kekuatan dan amat keras siksaan(Nya)”.(An-Nisa : 84)
Ada beberapa cara untuk menumbuhkan keteguhan hati dan pendirian di medan peperangan, diantaranya :
1. Bertakbir ketika melakukan peperangan untuk mengingat kebesaran Allah, karena barangsiapa yang senantiasa mengingat kebesaran Allah, maka ia akan menganggap remeh selain-Nya. Dan barangsiapa takut kepada Allah, maka ia tidak akan takut kepada selain-Nya.
2. Senantiasa mengingat bahwa kematian itu adalah perkara yang haq (pasti), tidak ada seorangpun yang dapat lari darinya, tidak dapat diakhirkan (ditunda) karena meninggalkan peperangan maupun dimajukan dengan melakukan peperangan. Kematian hanyalah satu, tidak ada duanya.. dan kematian yang mulia bagi seorang mukmin adalah mati syahid fi sabilillah.
3. Senantiasa meyakini bahwa janji Allah adalah haq (benar), dipenuhinya janji-janji itu merupakan sebuah kepastian...dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
4. Hendaklah menyerang musuh ketika mereka dalam keadaan lengah dengan cepat dan tepat, dengan berharap pertolongan Allah, bertawakal kepada-Nya dengan keberanian yang terukur, teguh hati dan penuh perhitungan serta dengan penuh kesabaran, dengan berharap ridho Allah, pahala yang besar dan kenikmatan yang kekal.
5. Bersabar dan senantiasa menjaga kesabaran dalam pedih dan kerasnya perjuangan dan peperangan serta resikonya. Dan senantiasa menyadari bahwa diantara kemenangan dan kekalahan memerlukan kesabaran, oleh karena itu hendaklah memperbanyak do’a di medan peperangan dan perjuangan dalam rangka mengegakkan kebenaran dan kalimatullah, karena do’a di wktu peperangan itu mustajab.
Allah swt Berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung. Dan ta’atlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampung-kampung dengan rasa angkuh dan dengan maksud ria’ kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan. Dan ketika syaitan menjadikan mereka memandang baik pekerjaan mereka dan mengatakan :”Tidak ada seorang manusia yang dapat menang terhadap kamu pada hari ini, dan sesungguhnya saya ini adalah pelindungmu”. Maka tatkala kedua pasukan itu telah dapat saling lihat melihat (berhadapan), syaitan itu berbalik ke belakang seraya berkata:”Sesungguhnya saya berlepas diri daripada kamu; sesungguhnya saya dapat melihat apa yang kamu sekalian tidak dapat melihat; sesungguhnya saya takut kepada Allah”. Dan Allah sangat keras siksa-Nya”. (Al-Anfal : 45-48)
Dikisahkan, ketika Rasulullah saw mengutus sekelompok pasukan (satu thoifah) untuk mengejar pasukan Abu Sofyan seusai perang Uhud, mereka mengeluh atas luka-luka yang mereka dapatkan dalam peperangan. Maka turunlah ayat :
“Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.(An-Nisa :104)
Bersabda Rasulullah saw :
“Ada dua waktu dimana ketika itu dibuka pintu-pintu langit, dan sedikit sekali do’a yang tidak dikabulkan pada waktu itu, yaitu pada wktu diserukannya adzan dan pada saat dalam barisan berperang fi sabilillah”.
“Dua masa apabila seseorang berdo’a tidak ditolak oleh Allah; yaitu pada saat diserukannya adzan dan pada saat berkecamuknya peperangan”.(HR Abu Dawud dan Ibnu Hiban)
“Kesabarn itu awal penyerangan”. (HR Al-Bazaar)
“Orang yang sabar itu adalah yang bersabar diwaktu penyerangan pertama”.(HR Al-Bukhari)
8. Adab Anggota KOKAM Seusai Peperangan
a. Apabila Menang
Seorang anggota KOKAM tidak akan menjadi congkak, berbangga diri, sombong dan bersikap pongah lantaran mabuk kemenangan dan terdorong oleh luapan rasa gembiranya, namun ia akan ingat akan karunia Allah yang memberikan kepadanya dengan kemenangan tersebut, sehingga iapun memuji Allah dan bersyukur kepada-Nya dengan sikap merendahkan diri, tunduk dan khusyu’.
Muhammad bin Ishaq berkata : Telah mengkhabarkan kepadaku ‘Abdullah bin Abu Bakar, bahwa tatkala Rasulullah saw sampai di Dzi Thuwa, beliau berhenti di atas kendaraannya, mengenakan ikat kepala dengan sobekan kain bergaris merah, beliau menundukkan kepalanya merendahkan diri kepada Allah saat melihat kemenangan yang dilimpahkan Allah kepadanya hingga ujung jenggotnya hampir-hampir menyentuh bagian tengah punggung ontanya.
Berkata Al Hafizh Al Baihaqi, dari Anas, dia berkata :
“Rasulullah saw masuk ke Mekkah pada hari penaklukannya, sedangkan dagunya di atas pelana kendaraannya menampakkan sikap khusyuk’ “.
b. Apabila gagal (kalah)
Seorang anggota KOKAM akan mengembalikan sebab kegagalan kepada dirinya sendiri, demikian pula kekurangan, kelalaian, dan ketidakberesan yang terjadi, lalu ia meneliti dan mengoreksinya serta menghubungkan dengan Al Qur’an dan As Sunnah, kemudian menimbangnya dengan timbangan Islam dan iman, untuk mengetahui di mana letak kesalahan dan kelemahan, dan untuk mengetahui di mana letak kekurangan dan penyimpangan, lalu ia bertaubat kepada Allah dan beristighfar atas kesalahan yang ia perbuat, baik yang ia ketahui atau yang tidak diketahui.
Sebagaimana ia tetap mengharap pahala dari sisi Allah atas usaha yang telah ia curahkan, kebaikan yang telah ia lakukan, dan kemampuan yang telah ia kerahkan. Demikian pula ia tidak merasa putus asa serta berharap dari rahmat Allah, bantuan, pertolongan dan peneguhan-Nya pada kesempatan-kesempatan yang lain di masa mendatang, karena ia mengimani dan meyakini bahwa segala urusan itu berjalan dengan ketentuan Allah, ia merasa berkewajiban untuk mengerahkan segenap kesungguhan dan kemampuannya, dan tidak dibebani untuk meraih keberhasilan, sebab keberhasilan itu merupakan pemberian Allah, anugerah dan karunia-Nya.
Allah swt Berfirman :
“Apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka tetapi Allah hendak menguji sebagian kamu dengan sebagian yang lain. Dan orang-orang yang gugur pada jalan Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal mereka. Allah akan memberi pimpinan kepada mereka dan memperbaiki keadaan mereka, dan memasukkan mereka ke dalam syurga yang telah diperkenalkan-Nya kepada mereka”. (QS Muhammad : 4-6)
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong agama Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”. ( QS Muhammad : 7)
“Dan jangan kamu berputus asa dari Rahmat allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari Rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir”. (QS Yusuf : 87)
“Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia niscaya berpalinglah dia, dan membelakangi dengan sikap sombong, dan apabila dia ditimpa kesusahan niscaya dia berputus asa”.(Al Isra’ : 83)
c. Melakukan Evaluasi dan Pembenahan
Merupakan suatu keharusan seusai perang, apapun hasilnya baik menang atau kalah , untuk mengadakan evaluasi dan pembenahan. Dengan evaluasi ini akan dapat diketahui hal-hal yang positif dan hal-hal yang negatif, yang baik dan yang buruk, atau yang benar dan yang salah, dan dapat diketahui pula penyebab bagi keadaan tersebut, kemudian dilakukan muhasabah terhadap mereka.

Minggu, 29 November 2009

Telah Gugur Pahlawanku


dini hari yang syahdu...28 Nopember 2009 bertepatan dengan 11 dzulhijah 1430 H..telah gugur dalam keheningan malam beliau ustadz kami, guru kami, teladan kami....yang telah memberikan warna bagi kami.. di MUHAMMADIyah Trucuk... ayah bagi kami dalam berpijak ..Allahu yarham simbah Muh Muslim Ketua PCM trucuk..semoga Allah Menerima Amal dan kebaikan beliau...Insyaallah Mati satu akan Tumbuh 1000 kader militan seprerti cita citamu....selamat jalan ustadz...

Jumat, 20 November 2009

BIAR YANG LAIN REBAH KITA TEGAP BERDIRI MNJUNJUNG PANJI-PANJI

SEJUTA KOKAM WARNAI DUNIA......SEJUTA HATI TUK BERBAKTI...SEJUTA NYAWA SIAP MENGABDI....

Kamis, 19 November 2009

LANJUTAN ADAB KOKAM.........

4. Adab Anggota KOKAM Terhadap Pimpinannya
a. Tsiqoh (Percaya) Penuh Kepada Pimpinannya
Jangan sampai dia dihinggapi keraguan yang merusak, jangan sampai menimpa pada dirinya prasangka-prasangka yang menimbulkan dosa, dan jangan sampai dirinya dikuasai oleh syak wasangka yang keliru, dan jangan sampai kepercayaannya digoyahkan oleh isu-isu bohong. Oleh karena ia tahu betul seorang pimimpin tidak naik ke tingkatan tersebut tanpa melalui proses kenaikan jenjang demi jenjang, dan dia tidak sampai ke sana secara serampangan, dan dia tidak meraihnya dengan jalan merebut atau merampas. Akan tetapi seorang pimimpin muncul melalui proses penyaringan di kalangan ikhwan-ikhwan yang terbaik, sedangkan proses penyaringan tersebut tercapai dari hasil interaksi dan ujian selama bertahun-tahun lamanya, maka mereka yang menjadi pimimpin adalah yang terbaik dari yang terbaik, bahkan mereka adalah orang-orang pilihan dari yang terbaik.
Maka sudah seyogyanya kalau kepercayaan itu harus tetap kuat dan kokoh, tidak tergoyahkan, kendati orang-orang munafik dan para pengikut hawa nafsu menyebarkan berita yang menakutkan, melemparkan berbagai macam tuduhan, dan menyebarkan isu-isu bohong. Sebagaimana sudah sepantasnya pulalah kepercayaan tersebut terus tetap terjaga dalam segala keadaaan – dalam keadaan sukses maupun gagal – sepanjang pimpinan tetap melangkah pada jalur yang benar dan jalan yang lurus, dan bekerja dengan sungguh-sungguh serta berijtihad untuk mencapai sasaran dan tujuan yang diinginkan. Jika pimpinan benar, maka dia beserta seluruh anak buahnya memperoleh dua pahala, sedangkan jika salah, maka dia dan anak buahnya memperoleh satu pahala.
Kepercayaan ini tidak boleh dicabut kecuali dalam keadaan dimana pimpinan menunjukkan kekufuran yang nyata atau gila atau mengikuti hawa nafsu hingga melampui batas, yakni melalui majlis permusyawaratan yang memiliki pengamatan yang jelas, gambaran yang nyata, dan pengetahuan yang sebenarnya tentang perkara tersebut.
Pada kisah pelanggaran yang diperbuat oleh pasukan pemanah terhadap perintah Rasulullah dalam perang Uhud, tersimpan penyebab yang merubah situasi pertempuran dari kemenangan menjadi kekalahan.
Menetapi ketaatan, sesungguhnya kekuatan iltizam, yakni menetapi ketaatan dan kedisiplinanpada satu jama’ah
Allah swt Berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (An-Nisa’ : 59)
Rasulullah saw bersabda :
“Barangsiapa melepaskan tangannya dari ketaatan, maka dia akan menjumpai Allah pada hari kiamat dalam keadaan tidak memiliki hujjah. Dan barangsiapa yang mati sedangkan tidak ada di lehernya ikatan bai’at, maka dia mati seperti matinya orang jahiliyyah.” (HR Muslim)
“Siapa yang memerintahkan kalian, dari para pemimpin untuk berbuat maksiat, maka janganlah kalian mentaatinya.” (HR Ahmad, Ibnu Majah, dan Al Hakim)
“Wajib bagi seorang muslim untuk mendengar dan taat (kepada pemimpin) dalam apa yang ia sukai dan tidak ia sukai, kecuali jika diperintah untuk berbuat maksiat. Maka apabila kamu disuruh berbuat maksiat, tidak ada (kewajiban untuk) mendengar ataupun taat.” (HR Al-Bukhari dan Muslim)
“Apabila tiga orang pergi dalam perjalanan, maka hendaklah mereka mengangkat salah satu di antara mereka sebagai amirnya.”(HR Ibnu Majah)
b. Wala’ (Loyal) Kepada Pimpinan
Dengan jalan mendukung, menolong, membantu serta menopangnya dengan segenap kekuatan dan kemampuan yang similiki. Oleh karena kekuatan pimpinan berasal dari kekuatan-kekuatan personal-personalnya. Jika mereka menguatkan dan menolongnya, maka ia akan menjadi kuat dan akan menang dengan izin Allah, sebaliknya jika mereka menelantarkannya dan tidak mempedulikannya, maka akan menjadi lemah dan gagal.
Dan hendaklah selalu menyertai dalam keadaan senang maupun susah, dalam keadaan lapang maupun sulit dan membantu dengan segenap kemampuan untuk meringankan tanggungjawab dan beban pimpinannya, tidak boleh disibukkan oleh perkara-perkara sampingan yang tidak begitu penting, supaya dia dapat berkonsentrasi pada tugas-tugas yang utama. Bisa kita simak kembali pada peristiwa perang Hunain dengan tingkat keloyalan tang tinggi maka beberapa sahabat yang selalu berada di sekitar Rasulullah untuk membentengi dari serbuan orang-orang kafir, dan juga pada peristiwa perang Uhud.
c. Taat Kepada Pimpinannya
Dengan segala apa yang diperintahkan padanya, sepanjang dia tidak diperintah berbuat maksiat. Dia tidak boleh mempertahankan pendapatnya sendiri dan mengesampingkn pendapat pimpinan, meski merasa yakin kalau pendapatnya adalah benar. Dia harus mengemukakan pendapatnya kepada pimpinan, dan kemudian berpegang pada pendapat pimpinan, baik pimpinan menyetujui pendapatnya atau menolaknya. Sebagai contoh adalah tidak taatnya pasukan panah pada peristiwa perang Uhud.
5. Adab Pimpinan Terhadap Anggota KOKAM
a. Adil
Keadilan adalah landasan kokoh yang menopang tegaknya kepemimpinan, tanpa keadilan maka perjalanannya akan berakhir dengan kelemahan, kejatuhan dan kepunahan. Pimpinan wajib memperhatikan urusan seluruh bawahannya, berlaku adil kepada mereka semua dan menghormati mereka tanpa mengistimewakan mengistimewakan salah satu atas satunya yang lain atau satu kelompok atas kelompok yang lain : seperti misalnya, mengistimewakan kerabatnya atau orang-orang yang sedaerah dengannya atau mereka yang berharta atau mereka yang berpangkat terhadap yang lain dalam hal penugasan atau pemberian atau pembagian. Agar dia tidak terjatuh dalam kemurkaan Allah dan kemarahan manusia, sehingga dia tidak mendapatkan pertolongan dari Allah maupun dari bawahannya.
Allah swt Berfirman :
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemunkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”.(An-Nahl : 90)
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidal adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Al-Maidah 8)
“...dan apabila kalian berkata, maka hendaklah kalian berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat kalian...”. (Al-An’am : 152)
“...Dan orang-orang zhalim itu, Allah menyediakan bagi mereka siksa yang pedih”. (Al-Insan : 31)
Rasulullah saw bersabda :
“Takutlah kalian terhadap (tindak) kezhaliman, karena kezhaliman itu merupakan kegelapan pada hari kiamat”. (HR. Ahmad, Ath-Thabrani, Al Baihaqi)
“Tiadalah seorang pemimpin kabilah melainkan dia akan didatangkan (dalam persidangan) pada hari kiamat dalam keadaan terbelenggu, sampai keadilan melepaskannya atau kelaliman membinasakannya”. (HR. Al-Baihaqi)
“Tiadalah seorang pemimpin yang diberi tanggungjawab untuk memimpin suatu kabilah, melainkan dia akan ditanya perihal mereka pada hari kiamat”. (HR. Ath-Thabrani)
“Adil itu bagus, akan tetapi (keadilan) pada para pemimpin itu jauh lebih bagus...”. (HR. Ad-Dailami)
“Sebaik-baik amir sariyah (komandan pasukan) adalah Zaid bin Haritsah; dia paling berlaku sama rata dalam pembagian dan paling adil terhadap rakyat”. ( Al-Hakim)
b. Lemah Lembut
Seorang pemimpin haruslah bertaqwa kepada Allah, berlaku lemah lembut kepada bawahan dan prajuritnya, berjalan di tengah-tengah mereka seperti jalannya orang-orang yang terlemah di antara mereka, agar ia tidak memberatkan mereka sehingga mereka menjadi susah dan berkeluh kesah, kecuali apabila memang keadaan menuntut harus berlaku tegas dan keras, maka tidak mengapa baginya berlaku kasar dalam keadaan yang seperti itu.
Dalam Ghazwah Muraisi’, Nabi saw pernah melakukan perjalanan berat untuk kembali ke Madinah, berjalan dari pagi hingga petang dan malam sampai pagi, ketika panas matahari menyengat barulah mereka singgah untuk beristirahat. Kemudian beliau melakukan perjalanan lagi seperti itu hingga tiba di Madinah dalam tempo 3 hari.
Rasulullah saw bersabda :
“Berjalanlah kalian menurut (kadar kemampuan) orang yang terlemah diantara kalian”. (Ringkasan dari tafsir Ibnu Katsir dalam surat Al-Munafiqun)
“Tiadalah kelemah lembutan melekat pada sesuatu melainkan ia akan mempereloknya, dan tiadalah kelemah lembutan terlepas dari sesuatu melainkan ia akan memperburuknya”.(HR Abdu bin Hamin dan Adh-Dhiya’ dari Anas)
“Sesungguhnya Allah senang apabila diambil rukhshat (keringanan)-Nya, sebagaimana Dia benci didatangi maksiat-Nya”. (HR Ahmad, Ibnu Hiban dam Al-Baihaqi)
dibawah ini beberapa adab pimpinan terhadap bawahannya, yang dinukil secara ringkas dari kitab Ahkam As-Sulthaniyah, tulisan Al-Mawardi :
1. Berlaku lemah lembut terhadap mereka
2. Memeriksa dan meneliti kendaraan-kendaraan yang mereka naiki serta memastikan kelaikan dan kebagusannya.
3. Memilih (menugaskan) orang-orang yang cerdik dan pandai di dalam pasukan, agar ia dapat mengetahui keadaan pasukan melalui perantaraan mereka.
4. Memeriksa dengan teliti pasukan serta senantiasa mencari kelemahan yang ada padanya, kemudian mengeluarkan mereka yang terbukti membuat lemah semangat dan menggoyahkan mental pasukan. Sebagaimana Rasulullah saw pernah mengeluarkan Abdullah bin Ubay bin Salul pada salah satu Ghazwahnya, lantaran ia melemahkan semangat pasukan.
5. Berlaku adil dan berlaku sama rata terhadap seluruh anah buahnya, tidak mengistimewakan satu kelompok atas kelompok yang lain atau satu individu atas individu yang lain kecuali berdasarkan kemampuannya serta senantiasa menghindarkan diri dari sesuatu yang dapat menimbulkan perselisihan, konflik dan permusuhan.
6. Menjaga pasukan dari serangan dan serbuan musuh secara mendadak.
7. Memilih tempat-tempat persinggahan, dan medan-medan pertempuran, dimana medan tersebut sangat membantu mereka dalam peperangan dan pertahanan.
8. Mempersiapkan bekal dan perlengkapan yang dibutuhkan pasukan.
9. Selalu memantau gerak-gerik dan khabar musuh agar selamat dari tipu dayanya.
10. Memperkuat spiritual dan harapan mereka akan kemenangan, untuk menambah keberanian mereka dalam bertempur, dan ini termasuk salah satu faktor yang mendorong kemenangan, sebagaimana dalam firman Allah swt :
“(yaitu) ketika Allah menampakkan mereka kepadamu di dalam mimpimu (berjumlah) sedikit. Dan sekiranya Allah memperlihatkan mereka kepada kamu (berjumlah) banyak tentu kamu menjadi gemetar dan tentu saja kamu akan berbantah-bantahan dalam urusan itu, akan tetapi Allah telah menyelamatkan kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala isi hati”. (Al-Anfal : 43)
11. Bermusyawarah dengan orang-orang yang memiliki pengetahuan dan orang-orang yang bijak agar terhindar dari kesalahan (dalam membuat keputusan), sebagaimana Firman Allah swt :
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekat, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya”.(Ali Imran 159)
Rasulullah saw bersabda :“Tiada suatu kaum mau bermusyawarah, melainkan mereka akan dituntun kepada yang terbaik dari perkara-perkara mereka”.
12. Menjaga pasukan agar tidak melakukan kerusakan dan maksiat, serta menindak mereka yang melakukan perbuatan sia-sia dan merusak.
Harits bin Hibban meriwayatkan hadits dari Aban bin ‘Utsman, dari Nabi saw bahwasannya beliau pernah bersabda :
“Cegah/laranglah pasukan kalian dari melakukan kerusakan, karena sesungguhnya tiada sekali-kali suatu pasukan berbuat kerusakan melainkan pasti Allah akan mencampakkan rasa takut dalam hati mereka. Dan cegahlah pasukan kalian dari perbuatan ghulul, karena sesungguhnya tiada sekali-kali suatu pasukan berbuat ghulul, melainkan Allah akan menguasakan kepada mereka kegentaran. Dan cegahlah pasukan kalian dari perbuatan zina, karena sesungguhnya tiada sekali-kali suatu pasukan berbuat zina, melainkan Allah akan menguasakan kepada mereka kematian”.
Abu Darda’ berkata :
“Wahai manusia, kerjakanlah amal-amal yang shaleh sebelum berperang, karena sesungguhnya kalian berperang dengan amal-amal kalian”.
Pimimpin haruslah menyayangi bawahannya seperti kasih sayang orang tua kepada putra-putranya. Mereka adalah amanah yang dititipkan padanya, kelak diminta pertanggungjawabannya pada hari kiamat, maka janganlah ia membawa mereka ke tempat-tempat yang membahayakan keselamatan mereka atau menghantarkan mereka kepada bahaya, namun jika ia harus berbuat demikian dan sikon menuntut untuk menempuh bahaya tersebut, maka sebisa mungkin ia harus menopang mereka dengan sesuatu yang dapat menjaga dan melindungi keselamatan mereka.
c. Musyawarah
Tatkala terjadi tukar pendapat, timbal balik nasehat, diskusi dan musyawarah bersama para pakar dan spesialis, akan memberikan bekal yang melimpah dalam hal informasi, data, sarana-prasarana, taktik, planning, langkah-langkah dan solusi-solusi bagi pimpinan dan bekal-bekal itu akan menambah luas cakrawala berpikirnya, memperkaya wawasannya, memperjelas essensi persoalan dan mempermudah perkara-perkara yang dihadapinya.
Allah swt Berfirman :
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka ta’at kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.(At-Taubah 71)
“Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah mebulatkan tekad, maka bertawakkallah kepad Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”.(Ali Imran 159)
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Rabbnya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka;dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka”. (Asy-Syura 38)
Rasulullah saw bersabda :
“Orang yang dimintai pendapat harus dapat dipercaya, jika mau ia berhak memberikan pendapat atau tidak”. (HR Ath-Tabrani)
“Orang yang diminta pendapat harus dapat dipercaya, jika ia diminta berpendapat, hendaklah ia memberikan suatu pendapat sebagaimana ia melakukan untuk dirinya sendiri”.(HR Ath-Thalisi)
“Tidak akan kecewa orang yang telah mencari pilihan (terbaik), dan tiak akan menyesal orang yang telah meminta pendapat, dan tidak akan miskin, orang yang (hidup) bersahaja”. (HR Ath-Tabrani)
“Tolonglah saudaramu baik ia zhalim (berlaku aniaya) ataupun yang madzlum (dianiaya).”Maka bertanyalah seseorang yang mendengarnya, “Ya Rasulullah, aku menolongnya jika dianiaya, lalu apa pendapat tuan jika ia zhalim? Bagaimana aku menolongnya?” Beliau menjawab,”Engkau cegah ia atau engkau halangi ia dari berbuat zhalim, karena sesungguhnya itulah cara menolongnya”.(HR Al-Bazzar dan Ath-Thabrani)
“Orang yang menunjukkan kepada kebaikan, adalah seperti orang yang mengerjakannya”. (Sirah An-Nabawiyyah)
Dari Abu Hurairah r.a. dia berkata :”Aku tidak pernah melihat seseorang yang begitu sering bermusyawarah dengan para sahabatnya, daripada Rasulullah”.(HR Al-Hakim)
6. Adab Anggota KOKAM dalam Perjuangan dan Peperangan
a. Baro’ah (meninggalkan dosa dan maksiat)
Melepaskan diri dari aib dan dosa, yakni dengan meninggalkan maksiat, bertaubat kepada Allah dari dosa yang pernah diperbuat, meluluskan niat dalam berjuang semata-mata hanya untuk Allah, dan melepaskan tanggungan dari para pemilik hak yang ada padanya dengan jalan membayarnya atau meminta kerelaan atau meminta izin dari pemilik hak tersebut.
Rasulullah bersabda :
“Diampunkan bagi orang yang mati syahid dari semua dosa kecuali hutang”.(HR Ahmad dan Muslim)
“Orang yang mati syahid di darat diampunkan semua dosanya kecuali hutang, dan orang yang mati syahid di laut diampunkan semua dosa, juga hutang dan amanahnya”.(HR Abu Nu’aim)
b. Tajhiz (menyiapkan perbekalan)
Menyiapkan dan mempersiapkan keperluannya selama pergi berperang atau berjuang di jalan Allah, baik makanan, minuman, pakaian dan peralatan-peralatan lain termasuk senjata kendaraan dan lain sebagainya jika pimpinan tidak menyediakan. Jika sudah disediakan seperti sudah dibentuk bagian logistik maka tinggal menggunakan dan merawatnya dengan sebaik-baiknya.
c. Mulazamatudz-dzikir (senantiasa berdzikir)
Seorang anggota KOKAM harus senantiasa mengingat Allah Ta’ala, memohon pertolongan-Nya, bertawakal pada-Nya, dan menggantungkan harapan pada-Nya dalam setiap gerak dan seluruh keadaannya.
Oleh karena bantuan, kekuatan, dan pertolongan hanya datang dari pada-Nya saja, dan Dia berkuasa atas segala sesuatu. Maka yang mula pertama anggota KOKAM harus gandrungi adalah mengerjakan shalat yang wajib, tilawah Al-qur’an, meperdalam pengetahuan dalam urusan Dien khususnya fiqh jihad fi sabilillah, sebagaimana ia harus memiliki kecintaan yang sangat kuat untuk mengerjakan shalat-shalat sunnat, berdzikir, dan membaca doa-doa yang ma’tsur;demikian pula ia harus bersungguh-sungguh untuk menjadikan dirinya zuhud terhadap dunia serta cinta kepada kehidupan akhirat, ia putuskan segala pikiran yang mendorong kepada kecintaan terhadap harta, perniagaan, keluarga, anak, kesenangan dunia dengan segala perhiasannya...sampai ia dapat memutus jalan syetan dan menutup pintu masuk ke dalam dirinya untuk membujuk, menggoda dan menipu, sehingga tinggallah ia sendiri bersama Rabbnya, menyembah, memohon pertolongan, mengharap, dan menginginkan dengan sungguh-sungguh apa-apa yang ada pada sisi-Nya. Demikian pula ia harus bersungguh-sungguh dalam mempraktekkan adab-adab Islam dalam semua urusannya. Tidak meninggikan suara dalam berdzikir selama berperang di luar keperluan, tidak mengharap bertemu dengan musuh, tapi memohon kepada Allah keselamatan, keteguhan, kesabaran, dan syahadah, serta karunia di syurga.
Allah swt Berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung”.(Al-Anfaal 45)
Diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal ra, bahwasannya Rasulullah saw pernah bersabda :
“Berbahagialah bagi orang yang banyak menyebut (nama) Allah dalam jihad, karena sesungguhnya ia memperoleh dengan satu kata (yang ia ucapkan) tujuh puluh ribu hasanah, dan setiap hasanah dari padanya ia mendapat sepuluh kali lipat yang semisalnya dari sisi Allah sebagai tambahan”.(HR Ath-Thabrani)
Diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal ra, dari Rasulullah saw bahwasannya pernah seorang lelaki bertanya kepada beliau :
“Mujahidin mana yang paling besar pahalanya?” Beliau menjawab :”Yang paling banyak berdzikir kepada Allah Tabaaraka wa Ta’ala..”.(HR Ath-Thabrani)
Dalam peristiwa perang Badar Rasulullah berdo’a dengan menghadap kiblat, kemudian menjulurkan tangannya ke atas, beliau lalu memuji Rabbnya dan berdoa :
“Ya Allah, penuhilah apa yang telah Engkau janjikan kepadaku : Ya Allah datangkanlah apa yang telah Engkau janjikan kepadaku; Ya Allah, andai binasa segolongan (kecil) dari ahli Islam ini, niscaya Engkau tidak akan lagi disembah di muka bumi”.
Beliau terus menghiba dan memohon kepada Rabbnya, menengadahkan kedua tangannya hingga terjatuh jubahnya. (HR Muslim)
Dari ‘Abdullah bin Abu Aufa ra, dia berkata :”Pada suatu hari ketika Rasulullah saw sedang berhadapan dengan musuh, beliau menunggu hingga matahari condong ke barat, kemudian beliau berdiri di hadapan khalayak dan berkata :
“Wahai sekalipun manusia, janganlah kalian menginginkan bertemu dengan musuh, mintalah kepada Allah keselamatan, dan jika kalian menghadapi musuh maka bersabarlah, dan ketahuilah bahwa surga itu di bawah naungan pedang”.
Kemudian beliau berdo’a :
“Ya Allah, yang menurunkan Al Kitab, yang menjalankan awan, yang mrngalahkan Ahzab (pasukan yang bersekutu), kalahkanlah mereka dan menangkanlah kami atas mereka”.
Dalam riwayat lain dikatakan:
“Ya Allah yang menurunkan Al Kitab, yang sangat cepat perhitungan-Nya, kalahkanlah pasukan yang bersekutu, Ya Allah, kalahkanlah mereka dan goncangkanlah mereka”. (HR Bukhari dan Muslim)
7. Adab Anggota KOKAM ketika Menghadapi Peperangan
Senantiasa Mengingat Keagungan Allah, Teguh, senantiasa Muhasabah (Instropeksi), serta Sabar dan Mushabarah
Sesungguhnya saat-saat berperang melawan usuh, khususnya ketika dua pasukan telah saling berhadapan dan saling menyerang, merupakan saat-saat yang menggetarkan. Saat seperti itu merupakan beban yang berat dan mengandung nilai yang penting dalam peperangan. Masing-masing pihak berusaha mengacaukan lawannya, menjatuhkan morilnya, menanamkan ketakutan dan perasaan takut mati serta melemahkan semangat mereka dengan serbuan yang menakutkan; taktik strategi yang mencengangkan maupun pendadakan yang mengejutkan. Maka pihak manapun yang memenangkan peperangan ini, akan dapat mengendalikan jalannya peperangan; akan mampu memanaskan dan mendinginkan situasi kapanpun dikehendaki, meningkatkan semangat dan moril pasukannya, serta akan mampu mencapai kemenangan dan menghindarkan diri dari kekalahan.
Kontak senjata yang pertama menjadi ukuran terhadap langkah-langkah selanjutnya, bernilai negatif atau positif, menentukan kalah atau menang. Untuk itu sudah seharusnya suatu pasukan teguh hati di medan peperangan dengan membekali diri dengan kekuatan iman yang kokoh, moril (ruhiyah) yang tinggi dan semangat yang membara, dimana hal itu bisa didapatkan dari slogan-slogan dan semboyan perjuangan yang mulia, nasihat dan arahan imaniah untuk senantiasa dzikrullah dan bersabar terhadap bala’ serta kerinduan kepada syurga dan kepada mati syahid dan kecintaan untuk bertemu dengan Allah swt.
Allah swt Berfirman :
“Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mu’minin itu untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar diantara kamu niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang (yang sabar) diantara kamu, maka mereka dapat mengalahkan seribu daripada orang-orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti”.(Al-Anfal : 65)
“Maka berperanglah kamu pada jalan Allah, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri. Kobarkanlah semangat para mukmin (untuk berperang). Mudah-mudahan Allah menolak serangan orang-orang yang kafir itu. Allah amat besar kekuatan dan amat keras siksaan(Nya)”.(An-Nisa : 84)
Ada beberapa cara untuk menumbuhkan keteguhan hati dan pendirian di medan peperangan, diantaranya :
1. Bertakbir ketika melakukan peperangan untuk mengingat kebesaran Allah, karena barangsiapa yang senantiasa mengingat kebesaran Allah, maka ia akan menganggap remeh selain-Nya. Dan barangsiapa takut kepada Allah, maka ia tidak akan takut kepada selain-Nya.
2. Senantiasa mengingat bahwa kematian itu adalah perkara yang haq (pasti), tidak ada seorangpun yang dapat lari darinya, tidak dapat diakhirkan (ditunda) karena meninggalkan peperangan maupun dimajukan dengan melakukan peperangan. Kematian hanyalah satu, tidak ada duanya.. dan kematian yang mulia bagi seorang mukmin adalah mati syahid fi sabilillah.
3. Senantiasa meyakini bahwa janji Allah adalah haq (benar), dipenuhinya janji-janji itu merupakan sebuah kepastian...dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
4. Hendaklah menyerang musuh ketika mereka dalam keadaan lengah dengan cepat dan tepat, dengan berharap pertolongan Allah, bertawakal kepada-Nya dengan keberanian yang terukur, teguh hati dan penuh perhitungan serta dengan penuh kesabaran, dengan berharap ridho Allah, pahala yang besar dan kenikmatan yang kekal.
5. Bersabar dan senantiasa menjaga kesabaran dalam pedih dan kerasnya perjuangan dan peperangan serta resikonya. Dan senantiasa menyadari bahwa diantara kemenangan dan kekalahan memerlukan kesabaran, oleh karena itu hendaklah memperbanyak do’a di medan peperangan dan perjuangan dalam rangka mengegakkan kebenaran dan kalimatullah, karena do’a di wktu peperangan itu mustajab.
Allah swt Berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung. Dan ta’atlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampung-kampung dengan rasa angkuh dan dengan maksud ria’ kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan. Dan ketika syaitan menjadikan mereka memandang baik pekerjaan mereka dan mengatakan :”Tidak ada seorang manusia yang dapat menang terhadap kamu pada hari ini, dan sesungguhnya saya ini adalah pelindungmu”. Maka tatkala kedua pasukan itu telah dapat saling lihat melihat (berhadapan), syaitan itu berbalik ke belakang seraya berkata:”Sesungguhnya saya berlepas diri daripada kamu; sesungguhnya saya dapat melihat apa yang kamu sekalian tidak dapat melihat; sesungguhnya saya takut kepada Allah”. Dan Allah sangat keras siksa-Nya”. (Al-Anfal : 45-48)
Dikisahkan, ketika Rasulullah saw mengutus sekelompok pasukan (satu thoifah) untuk mengejar pasukan Abu Sofyan seusai perang Uhud, mereka mengeluh atas luka-luka yang mereka dapatkan dalam peperangan. Maka turunlah ayat :
“Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.(An-Nisa :104)
Bersabda Rasulullah saw :
“Ada dua waktu dimana ketika itu dibuka pintu-pintu langit, dan sedikit sekali do’a yang tidak dikabulkan pada waktu itu, yaitu pada wktu diserukannya adzan dan pada saat dalam barisan berperang fi sabilillah”.
“Dua masa apabila seseorang berdo’a tidak ditolak oleh Allah; yaitu pada saat diserukannya adzan dan pada saat berkecamuknya peperangan”.(HR Abu Dawud dan Ibnu Hiban)
“Kesabarn itu awal penyerangan”. (HR Al-Bazaar)
“Orang yang sabar itu adalah yang bersabar diwaktu penyerangan pertama”.(HR Al-Bukhari)
8. Adab Anggota KOKAM Seusai Peperangan
a. Apabila Menang
Seorang anggota KOKAM tidak akan menjadi congkak, berbangga diri, sombong dan bersikap pongah lantaran mabuk kemenangan dan terdorong oleh luapan rasa gembiranya, namun ia akan ingat akan karunia Allah yang memberikan kepadanya dengan kemenangan tersebut, sehingga iapun memuji Allah dan bersyukur kepada-Nya dengan sikap merendahkan diri, tunduk dan khusyu’.
Muhammad bin Ishaq berkata : Telah mengkhabarkan kepadaku ‘Abdullah bin Abu Bakar, bahwa tatkala Rasulullah saw sampai di Dzi Thuwa, beliau berhenti di atas kendaraannya, mengenakan ikat kepala dengan sobekan kain bergaris merah, beliau menundukkan kepalanya merendahkan diri kepada Allah saat melihat kemenangan yang dilimpahkan Allah kepadanya hingga ujung jenggotnya hampir-hampir menyentuh bagian tengah punggung ontanya.
Berkata Al Hafizh Al Baihaqi, dari Anas, dia berkata :
“Rasulullah saw masuk ke Mekkah pada hari penaklukannya, sedangkan dagunya di atas pelana kendaraannya menampakkan sikap khusyuk’ “.
b. Apabila gagal (kalah)
Seorang anggota KOKAM akan mengembalikan sebab kegagalan kepada dirinya sendiri, demikian pula kekurangan, kelalaian, dan ketidakberesan yang terjadi, lalu ia meneliti dan mengoreksinya serta menghubungkan dengan Al Qur’an dan As Sunnah, kemudian menimbangnya dengan timbangan Islam dan iman, untuk mengetahui di mana letak kesalahan dan kelemahan, dan untuk mengetahui di mana letak kekurangan dan penyimpangan, lalu ia bertaubat kepada Allah dan beristighfar atas kesalahan yang ia perbuat, baik yang ia ketahui atau yang tidak diketahui.
Sebagaimana ia tetap mengharap pahala dari sisi Allah atas usaha yang telah ia curahkan, kebaikan yang telah ia lakukan, dan kemampuan yang telah ia kerahkan. Demikian pula ia tidak merasa putus asa serta berharap dari rahmat Allah, bantuan, pertolongan dan peneguhan-Nya pada kesempatan-kesempatan yang lain di masa mendatang, karena ia mengimani dan meyakini bahwa segala urusan itu berjalan dengan ketentuan Allah, ia merasa berkewajiban untuk mengerahkan segenap kesungguhan dan kemampuannya, dan tidak dibebani untuk meraih keberhasilan, sebab keberhasilan itu merupakan pemberian Allah, anugerah dan karunia-Nya.
Allah swt Berfirman :
“Apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka tetapi Allah hendak menguji sebagian kamu dengan sebagian yang lain. Dan orang-orang yang gugur pada jalan Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal mereka. Allah akan memberi pimpinan kepada mereka dan memperbaiki keadaan mereka, dan memasukkan mereka ke dalam syurga yang telah diperkenalkan-Nya kepada mereka”. (QS Muhammad : 4-6)
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong agama Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”. ( QS Muhammad : 7)
“Dan jangan kamu berputus asa dari Rahmat allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari Rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir”. (QS Yusuf : 87)
“Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia niscaya berpalinglah dia, dan membelakangi dengan sikap sombong, dan apabila dia ditimpa kesusahan niscaya dia berputus asa”.(Al Isra’ : 83)
c. Melakukan Evaluasi dan Pembenahan
Merupakan suatu keharusan seusai perang, apapun hasilnya baik menang atau kalah , untuk mengadakan evaluasi dan pembenahan. Dengan evaluasi ini akan dapat diketahui hal-hal yang positif dan hal-hal yang negatif, yang baik dan yang buruk, atau yang benar dan yang salah, dan dapat diketahui pula penyebab bagi keadaan tersebut, kemudian dilakukan muhasabah terhadap mereka.

MERDEKA

MERDEKA

Selasa, 17 November 2009

INSPIRASI

BMT FASTABIQ PATI MENGUKIR PRESTASI

Jakarta -Laju pertumbuhan BMT dalam penguatan ekonomi masyarakat semakin meningkat, salah satunya BMT pendongkraknya adalah KJKS BMT Fastabiq di kabupaten Pati, dengan mengusung visi “Menjadi Koperasi Jasa Keuangan Syariah yang Unggul Dan Terpercaya”, BMT ini mampu mengukir aset lebih dari 30 miliar rupiah dalam jangka sepuluh tahun dibawah manajemen M. Ridwan dan dengan didukung 12 cabang di wilayah Pati.

pembagian-zakatSelain bergerak dalam usaha simpan pinjam KJKS BMT Fastabiq juga peduli pada layanan sosial, maka pada hari Minggu 16 November 2008 BMT ini meluncurkan satu unit mobil layanan sosial. Mobil ini dikhususkan kepada masyarakat kecil yang ingin membutuhkan layanan jasa kendaraan roda empat ini.

“Lembaga ini tidak hanya bergerak dalam simpan pinjam keuangan, tetapi kita harus bisa memberikan layanan sosial kepada masyarakat. Selama ini, melihat masyarakat kecil selalu kesusahan dalam mencari bantuan mobil, maka kita mencoba memberikan layanan ini kepada masyarakat,” ujar Warno, salah satu pengawai KJKS BMT Fastabiq, kemarin.

“Terkadang masyarakat kecil ini mau mengantarkan saudaranya yang sakit ke rumah sakit sangat kesusahan. Dengan adanya mobil ini, setidaknya bisa mengurangi beban masyarakat. Karena, layanan ini disediakan gratis untuk masyarakat,” paparnya.

Dikatakannya, saat ini baru bisa memberikan layanan satu mobil, dan bagi masyarakat yang membutuhkan layanan mobil tersebut dapat menghubungi kantor kami.

GUGUR LAGI SATU TOKOH MUHAMMADIYAH

Innalillahi Wa Inna Illahi Roji'uun, telah berpulang ke Rahmatullah, Ibu AR Fachruddin isteri mantan Ketua Muhammadiyah, Rabu 18 Nopember pukul 5:40 wib di Jogja........ Semoga Allah memberikan Husnul Hatimah u beliau..... amien

Senin, 16 November 2009

LANJUTAN ADAB ADAB SEBAGAI KOKAM

2. Adab Anggota KOKAM Terhadap Dirinya
a. Tazkiyah (Mensucikan Diri)
Yakni, mensucikan diri dari dosa, kesalahan, dan maksiat dengan jalan bertaubat dari perbuatan dosa yang telah dilakukan, mengerjakan perbuatan-perbuatan baik yang dapat menghapus perbuatan-perbuatan buruk, serta menjauhi perbuatan maksiat dan tempat-tempat yang menggelincirkan kepada perbuatan maksiat sehingga tidak terjerumus sekali lagi dalam perbuatan dosa. Dan juga bermujahadah dalam meningkatkan nafs (jiwa), dari ‘Ammarah bissuu’ (selalu menyeru kepada kejahatan), menjadi Nafsul Lawwamah (menyesali terhadap perbuatan buruk), kemudian menjadi Nafsul Muthma’innah (jiwa yang tenang).
Allah swt Berfirman :
“Dan demi jiwa serta penyempurnaannya. Maka Allahmengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya. Sungguh amat beruntunglah orang yang mensucikannya. Dan sungguh merugilah orang yang mengotorinya. (Asy-Syamsy : 7-10).
b. Tahalliyah (Berhias)
Yakni, berhias, meperbagus, dan memperelok diri dengan perbuatan-perbuatan baik dan terpuji, serta bersegera dan berlomba-lomba dalam mengerjakannya, dan memperbanyak bekal taqwa.
Allah swt Berfirman :
“Kemudian Kami wariskan Kitab itu kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu diantara mereka ada yang menzalimi diri mereka sendiri, dan diantara mereka ada yang pertengahan, dan diantara mereka ada yang paling dahulu berbuat kebaikan dengan idzin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar”.(Faathir : 32)
“...maka berlomba-lombalah kalian (dalam berbuat) kebaikan...”.(Al-Baqarah : 148)
“Berlomba-lombalah kalian kepada (mendapatkan) ampunan Rabb kalian dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi...”.(Al-Hadiid : 21)
“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Rabbmu dengan rasa ridha lagi diridhai (oleh-Nya). Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku”. (Al-Fajr : 28-30)
“Berbekallah kalian, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa. Dan bertaqwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal”. (Al-Baqarah : 197)
c. Takhalliyah
Yaitu, mengosongkan hati dari kecintaan terhadap dunia, cenderung kepadanya, tamak terhadapnya dan mencintai keelokannya...serta mencintai kehidupan di akhirat, senantiasa melihatnya dan merindukan kenikmatannya. Dengan ibarat lain yang lebih simple yaitu mengosongkan hati dari segala sesuatu selain Allah serta mengisinya dengan apa-apa yang Dia cintai dan Dia ridhai.
Allah swt Berfirman :
“Dan sesungguhnya akhir itu lebih baik bagimu dari permulaan”. (Adh-Dhuha : 4)
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri dan dia mengingat nama Rabbnya, lalu dia shalat. Tetapi kalian (orang-orang kafir) lebih mengutamakan kehidupan duniawi, sedang kehidupan akherat adalah lebih baik dan lebih kekal”. (Al A’laa : 14-17)
3. Adab Anggota KOKAM Terhadap Anggota KOKAM dan Muslim Lain
a. Mahabbah (Cinta)
Rasa cinta karena Allah yang menyusup ke dalam relung hatinya dan menguasai perasaannya terhadap ikhwan-ikhwannya yang berserikat dengannya pada jalan keimanan, perjuangan dan jihad. Dia tidak akrab dan ramah kecuali kepada mereka, tidak merasa gembira dan senang kecuali bersama mereka, dan tiada merasa lega dan tenang kecuali duduk dan berkumpul dengan mereka.
Allah swt Berfirman :
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka; kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam injil, yaitu seperti tanaman mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mu’min). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shaleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar”. (Al-Fath : 29)
“...Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang-orang mu’min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia allah, diberikan-Nya kepa siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui “. (Al-Maa’idah : 54)
Rasulullad saw bersabda :
“Barangsiapa yang senang bisa memperoleh manisnya iman, maka hendakla ia mencintai seseorang, yang dia tidak mencintainya kecuali semata-mata karena Allah”. (HR Ahmad dan Al-Hakim)
“Sekali-kali kalian tidak akan memperoleh kebajikan sehingga kalian beriman, dan kalian tidak akan beriman sehingga kalian saling mencinta. Sukakah kalian saya tunjukkan kepada sesuatu yang jika kalian kerjakan akan menyebabkan kalian saling mencinta? Sebarkanlah salam di antara kalia.”(HR Muslim)
“Amalan yang paling aku senangi adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah”. (HR Ahmad)
“Apabila seseorang di antara kalian mencintai saudaranya, maka hendaklah dia memberitahukan kepadanya bahwa dia mencintainya”. (HR Ahmad, Al Bukhari, Abu Dawud, At Tirmidzi, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim)
b. Ta’awun (Tolong Menolong)
Tolong menolong dengan sesama Muslim dalam berbuat, kebaikan, kebajikan dan taqwa, bantu membantu dan saling memperkokoh sehingga wawasan dan pemikiran menjadi luas, pengetahuan dan pengalaman menjadi banyak, berubah dari sedikit menjadi banyak, dari lemah menjadi kuat, dari tidak bisa menjadi mampu, sehingga yang sulitpun menjadi mudah, yang berat jadi ringan, dan yang mustahil menjadi kenyataan. Allah Ta’ala memerintahkan orang-orang beriman agar tolong-menolong dalam berbuat kebaikan, agar yang melaksanakannya menjadi kuat dan agar menjadi besar hasil dan pencapaiannya. Sebaliknya Allah melarang mereka tolong-menolong dalam berbuat kejahatan.
Allah swt Berfirman :
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni`mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni`mat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.
Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat”.(Al – ‘Imran :103 – 105)
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma`ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka ta`at kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (At Taubah : 71)
“…dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah.
Yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka”. (Ar Rum :31-32)
“Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu (ukhuwah), niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar”. (Al Anfal :73).
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Alla, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya” . (Al-Maidah : 2)
c. Rahmat (Kasih Sayang)
Belas kasih kepada sesama muslim, yang demikian itu adalah dengan memenuhi apa yang menjadi hak-hak merejka, menutup aib mereka, mema’afkan kesalahan mereka, menolong mereka yang terkena musibah, mengobati mereka yang terluka, memberi makan mereka yang lapar, memberi minum mereka yang haus, mencari tahu keadaan dan ikhwal mereka, mendo’akan mereka diluar pengetahuan mereka, dan menyukai sesuatu kebaikan untuk mereka sebagaimana dia menyukai untuk dirinya, bahkan mengutamakan mereka atas dirinya meski dia membutuhkannya.
Allah swt Berfirman :
“Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdo’a:”Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang”. (Al Hasyr : 9-10)
Rasulullah bersabda :
“Hak seorang muslim atas muslim yang lain ada lima : Membalas salam, menengok yang sakit, mengantarkan jenazah, memenuhi undangan, mendo’akan orang yang bersin dengan ucapan “Yarkamukallah”.(HR Bukhari dan Muslim)
“Barangsiapa yang menutup (aib) saudaranya muslim di dunia dan tidak mencemarkannya, maka Allah akan menutup (aib)nya pada hari kiamat”.(HR Ahmad)
“Barangsiapa yang mema’afkan seorang muslim, maka Allah Ta’ala akan mema’afkan kesalahannya”.(HR Abu Dawud, At Tirmidzi dan Al Hakim)
“Orang-orang yang pengasih akan dibalas dikasihani Allah Tabaara wa Ta’ala, belas kasihilah orang yang ada di bumi, maka mereka yang di langit akan berbelas kasih kepada kalian”. (HR Ahmad, Abu Dawud, At Tirmidzi dan Al Hakim)
“Orang yang menunjukkan kepada suatu kebaikan adalah seperti orang yang mengerjakannya”. (HR Al Bazzar dan Ath Tabrani)
“Tiada seseorang yang menelantarkan seorang muslim pada suatu keadaan di mana harga dirinya dilecehkan dan kehormatannya dilanggar melainkan Allah Ta’ala tidak akan mempedulikannya pada suatu keadaan di mana ia berharap pada pertolongan-Nya, dan tiada seseorang yang menolong seorang muslim pada suatu keadaan di mana harga dirinya dilecehkan dan kehormatannya dilanggar melainkan Allah akan menolongnya pada suatu keadaan dimana ia berharap pada pertolongan-Nya”.(HR Ahmad dan Abu Dawud)
4. Adab Anggota KOKAM Terhadap Pimpinannya
a. Tsiqoh (Percaya) Penuh Kepada Pimpinannya
Jangan sampai dia dihinggapi keraguan yang merusak, jangan sampai menimpa pada dirinya prasangka-prasangka yang menimbulkan dosa, dan jangan sampai dirinya dikuasai oleh syak wasangka yang keliru, dan jangan sampai kepercayaannya digoyahkan oleh isu-isu bohong. Oleh karena ia tahu betul seorang pimimpin tidak naik ke tingkatan tersebut tanpa melalui proses kenaikan jenjang demi jenjang, dan dia tidak sampai ke sana secara serampangan, dan dia tidak meraihnya dengan jalan merebut atau merampas. Akan tetapi seorang pimimpin muncul melalui proses penyaringan di kalangan ikhwan-ikhwan yang terbaik, sedangkan proses penyaringan tersebut tercapai dari hasil interaksi dan ujian selama bertahun-tahun lamanya, maka mereka yang menjadi pimimpin adalah yang terbaik dari yang terbaik, bahkan mereka adalah orang-orang pilihan dari yang terbaik.
Maka sudah seyogyanya kalau kepercayaan itu harus tetap kuat dan kokoh, tidak tergoyahkan, kendati orang-orang munafik dan para pengikut hawa nafsu menyebarkan berita yang menakutkan, melemparkan berbagai macam tuduhan, dan menyebarkan isu-isu bohong. Sebagaimana sudah sepantasnya pulalah kepercayaan tersebut terus tetap terjaga dalam segala keadaaan – dalam keadaan sukses maupun gagal – sepanjang pimpinan tetap melangkah pada jalur yang benar dan jalan yang lurus, dan bekerja dengan sungguh-sungguh serta berijtihad untuk mencapai sasaran dan tujuan yang diinginkan. Jika pimpinan benar, maka dia beserta seluruh anak buahnya memperoleh dua pahala, sedangkan jika salah, maka dia dan anak buahnya memperoleh satu pahala.
Kepercayaan ini tidak boleh dicabut kecuali dalam keadaan dimana pimpinan menunjukkan kekufuran yang nyata atau gila atau mengikuti hawa nafsu hingga melampui batas, yakni melalui majlis permusyawaratan yang memiliki pengamatan yang jelas, gambaran yang nyata, dan pengetahuan yang sebenarnya tentang perkara tersebut.
Pada kisah pelanggaran yang diperbuat oleh pasukan pemanah terhadap perintah Rasulullah dalam perang Uhud, tersimpan penyebab yang merubah situasi pertempuran dari kemenangan menjadi kekalahan.
Menetapi ketaatan, sesungguhnya kekuatan iltizam, yakni menetapi ketaatan dan kedisiplinanpada satu jama’ah
Allah swt Berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (An-Nisa’ : 59)
Rasulullah saw bersabda :
“Barangsiapa melepaskan tangannya dari ketaatan, maka dia akan menjumpai Allah pada hari kiamat dalam keadaan tidak memiliki hujjah. Dan barangsiapa yang mati sedangkan tidak ada di lehernya ikatan bai’at, maka dia mati seperti matinya orang jahiliyyah.” (HR Muslim)
“Siapa yang memerintahkan kalian, dari para pemimpin untuk berbuat maksiat, maka janganlah kalian mentaatinya.” (HR Ahmad, Ibnu Majah, dan Al Hakim)
“Wajib bagi seorang muslim untuk mendengar dan taat (kepada pemimpin) dalam apa yang ia sukai dan tidak ia sukai, kecuali jika diperintah untuk berbuat maksiat. Maka apabila kamu disuruh berbuat maksiat, tidak ada (kewajiban untuk) mendengar ataupun taat.” (HR Al-Bukhari dan Muslim)
“Apabila tiga orang pergi dalam perjalanan, maka hendaklah mereka mengangkat salah satu di antara mereka sebagai amirnya.”(HR Ibnu Majah)
b. Wala’ (Loyal) Kepada Pimpinan
Dengan jalan mendukung, menolong, membantu serta menopangnya dengan segenap kekuatan dan kemampuan yang similiki. Oleh karena kekuatan pimpinan berasal dari kekuatan-kekuatan personal-personalnya. Jika mereka menguatkan dan menolongnya, maka ia akan menjadi kuat dan akan menang dengan izin Allah, sebaliknya jika mereka menelantarkannya dan tidak mempedulikannya, maka akan menjadi lemah dan gagal.
Dan hendaklah selalu menyertai dalam keadaan senang maupun susah, dalam keadaan lapang maupun sulit dan membantu dengan segenap kemampuan untuk meringankan tanggungjawab dan beban pimpinannya, tidak boleh disibukkan oleh perkara-perkara sampingan yang tidak begitu penting, supaya dia dapat berkonsentrasi pada tugas-tugas yang utama. Bisa kita simak kembali pada peristiwa perang Hunain dengan tingkat keloyalan tang tinggi maka beberapa sahabat yang selalu berada di sekitar Rasulullah untuk membentengi dari serbuan orang-orang kafir, dan juga pada peristiwa perang Uhud.
c. Taat Kepada Pimpinannya
Dengan segala apa yang diperintahkan padanya, sepanjang dia tidak diperintah berbuat maksiat. Dia tidak boleh mempertahankan pendapatnya sendiri dan mengesampingkn pendapat pimpinan, meski merasa yakin kalau pendapatnya adalah benar. Dia harus mengemukakan pendapatnya kepada pimpinan, dan kemudian berpegang pada pendapat pimpinan, baik pimpinan menyetujui pendapatnya atau menolaknya. Sebagai contoh adalah tidak taatnya pasukan panah pada peristiwa perang Uhud.

warunge laris

WARUNG SOTO FAS KHO..... MILIK PCPM TRUCUK..

Rabu, 11 November 2009

Selasa, 10 November 2009

KOMITMEN BERJUANG

Oleh: Drs. Andi Hariyadi


Apakah manusia mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi."
[Surat al-Ankabuut (29) ayat 2]



Dalam mengarungi kehidupan ini tentunya akan banyak menjumpai permasalahan dan tantangan, ada yang sukses dengan ujian tersebut dan ada juga yang gagal terhadap ujian tersebut. Beragam ujian dan sikap dalam menghadapi ujian. Bagis seorang yang beriman benar-benar dihadapi secara bijak, bukannya lari dari perjuangan, tetapi menyadari di balik itu ada potensi untuk meningkatkan kualitas diri yang bukan hanya sekedar pernyataan-pernyataan belaka namun diwujudkan dengan aktivitas realitas.

Ayat di atas juga untuk membuktikan kualitas komitmen yang selama ini sudah dideklarasikan, ataukah sekedar basa-basi yang hanya sampai di mulut saja, maka antara ucapan (pernyataan) dan perbuatan harus benar-benar sambung dan bukan bualan belaka. Barangkali kita sering terjebak oleh manisnya ucapan dengan bumbu harapan dan ide-ide besar namun kosong dalam kenyataan.

Salah satu pilar penyangga gerakan dakwah Muhammadiyah adalah komitmen dengan perjuangan, sehingga seluruh aktivitas dakwah Muhammadiyah diharapkan sebagai perwujudan makna perjuangan yang harus dilandasi keikhlasan yang murni untuk mengharap ridla ALLOH semata. Pejuang Muhammadiyah harus mampu bersikap cerdas agar tidak terjebak oleh ketersia-sian suatu amalan karena ingin mendapat pujian dan pengakuan dari masyarakat. KH. Ahmad Azhar Basyir, MA. pernah mengatakan dalam suatu kajian:


Dalam diri manusia sendiri terdapat dua kekuatan yang selalu berhadap-hadapan, saling berusaha memenangkan diri atas lawannya. Hati nurani dan hawa nafsu selalu berhadap-hadapan dalam diri manusia, hati nurani selalu menarik kepada kebaikan dan kebenaran, sedang hawa nafsu selalu menarik kepada keburukan dan kesalahan.



Maka komitmen berjuang harus benar dan tegar sehingga meraih kemuliaan dan kebahagiaan, maka pengrobanan harta, pikiran dan tenaga harus tepat untuk suksesnya perjuangan dakwah Islam.

ALLOH berfirman dalam Surat at-Taubah (9) ayat 41:


Berangkatlah kamu dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan ALLOH, yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.



Kesiapan dalam berjuang harus matang agar tujuan dan harapan dapat tercapai, sehingga berangkat dengan merasa ringat ataupun berat sekalipun tidak menjadi persoalan.

ALLOH berfirman dalam Surat at-Taubah (9) ayat 44-45:


Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, tidak akan meminta izin kepadamu untuk tidak ikut berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang bertakwa.
Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keraguannya.



Wujud komitmen berjuang setidaknya ada beberapa hal, di antaranya:
1. Ikhlas dan rela berkurban,
2. Tidak mudah putus asa,
3. Ada strategi pencapaian,
4. Segera menata kembali jika belum tercapai,
5. Mengambangkan jaringan.

Manusia adalah makhluk pejuang, sehingga untuk meraih harapan dan cita-citanya harus disertai perjuangan yang maksimal. ALLOH SWT sudah membekalinya dengan potensi-potensi dasar yang berupa kemampuan aka pikiran, kejernihan hati, kekuatan fisik, serta bimbingan wahyu Ilahi, sehingga program dakwah dan pemberdayaan masyarakat segera terwujud. Semoga kita mampu berkomitmen dalam berjuang untuk dakwah Islam amar ma'ruf nahi munkar.

Wallahu 'alam bish shawwab.

PROFIL KH ACHMAD DAHLAN ( 1868-1923)

Kiai Haji Ahmad Dahlan, dilahirkan di Kauman, Yogyakarta pada tahun 1285 H yang bertepatan tahun 1868 M, dengan nama Muhammad Darwisj. Ayahnya Kiai Haji Abubakar bin Kiai Haji Muhammad Sulaiman yang memiliki garis keturunan sampai ke Maulana Malik Ibrahim, adalah pejabat Kapengulon Kesultanan Yogyakarta Hadiningrat dengan gelar Penghulu Khatib di Masjid Besar Kesultanan. Sedangkan ibunya Nyai Abubakar adalah putri Kiai Haji Ibrahim bin Kiai Haji Hasan juga pejabat Kapengulon Kesultanan di Yogyakarta.
Muhammad Darwisj memperoleh pendidikan agama pertama kali dari ayahnya sendiri. Sambil belajar kepada ayahnya ia menjalani pergaulan dan pendidikan pesantren yang mencerminkan identitas santri. Pada waktu itu masalah identitas menjadi persoalan yang serius di kalangan bumiputra, sehingga boleh dikatakan anak-anak Kauman tidak ada yang berani sekolah Gubernemen, karena akan dicap sebagai kafir. Pandangan yang berkembang masa itu di lingkungan kaum santri terhadap penjajah kolonial Belanda adalah kafir, barang siapa mengikutinya maka ia pun termasuk ke dalamnya. Begitulah jiwa zaman yang dominan saat itu dan sangat berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian masyarakat. Karena itu, Darwisj kecil senantiasa mengaji Alquran, Hadis, Fiqih, dan tata bahasa Arab seperti nahwu, sharaf, dan ilmu-ilmu agama lainnya. Kegiatan itu adalah kebiasaan yang hampir setiap hari dilakukan kalangan anak-anak kiai di Kauman. Di sisi lain kebiasaan kegiatan olahraga seperti bermain sepak bola dan latihan ilmu beladiri berupa pencak silat tidak bisa lepas dari kehidupan sehari-hari mereka. Mengaji di surau, shalat berjamaah di masjid dan bermain olah kanuragan adalah menjadi identitas anak Kauman.
Selain itu, kehidupan ekonomi sehari-hari di lingkungan Kauman juga disibukkan dengan bakulan yang pada umumnya berdagang kain batik. Oleh sebab itu, jalinan hubungan dagang antarsudagar kain batik dari berbagai kota sudah lama terbentuk di kalangan mereka. Sejalan dengan itu, di bidang keagamaan yang mereka tekuni pun turut membentuk terciptanya jaringan ulama, kiai di kota-kota di Jawa dan bahkan sampai ke luar Jawa. Begitulah suasana kehidupan masyarakat kampung Kauman yang religius, giat usaha, militan dalam agama, percaya diri dan penuh keramahan yang berlandaskan akhlak mulia, menjadi lahan yang subur untuk tumbuh dan berkembangnya jiwa kepribadian Muhammad Darwisj.
Ketika Muhammad Darwisj berumur 15 tahun (1883), ia memutuskan berangkat ke tanah suci Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Keberangkatannya itu dibiayai oleh kakak iparnya bernama Kiai Haji Soleh. Seorang kiai juga saudagar kaya. Darwisj muda rupanya juga berniat untuk belajar agama Islam secara lebih mendalam lagi di tanah suci. Niatnya untuk belajar segera terlaksana seusai menunaikan ibadah haji, ia pun menetap di Makkah untuk belajar agama dengan sungguh-sungguh. Setelah lima tahun mukim dan menjadi murid para syaikh dan ulama terkemuka di Makkah ia pun pulang ke kampung halamannya di Yogyakarta. Sepulang dari tanah suci namanya lebih dikenal dengan nama Haji Ahmad Dahlan. la menikah dengan Siti Walidah binti Kiai Haji Fadhil yang terkenal kelak sebagai Nyai Dahlan, yang masih saudara dari garis ibunya. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah beliau memperoleh putra: Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Siti Aisjah, Irfan Dahlan, Siti Zuharah.
Selama lima tahun pertama di tanah suci Makkah, Ahmad Dahlan banyak memperoleh pengalaman hidup yang berharga terutama menyangkut soal pemahamannya terhadap perkembangan dunia pemikiran Islam dan informasi tentang keadaan maju mundurnya masyarakat Islam di berbagai belahan dunia. Sebagai seorang pribadi yang cerdas dan memiliki pengetahuan yang luas, walau usianya baru dua puluhan tahun, ia pun mulai merintis jalan pembaruan di kalangan umat Islam. Misalnya membetulkan arah kiblat shalat pada masjid yang dipandang tidak tepat arahnya yang sesuai perhitungan menurut ilmu falakiyah yang dikuasainya. Usaha ini sempat menimbulkan insiden yang hampir saja ia dan istrinya meninggalkan Kauman Yogyakarta selama-lamanya menuju luar kota. Kemudian memberikan pelajaran agama di sekolah negeri yang tidak pernah dilakukan oleh kiai lainnya. Menganjurkan memberikan perhatian terhadap kaum dhu'afa, anak yatim, kehidupan dan perlindungan lahir batin, serta untuk kalangan fakir miskin. Hal ini diajarkan supaya dipraktikkan oleh murid-muridnya yang selalu setia mengaji kepadanya, tapi beliau tetap saja mengulang-ulang menerangkan surat Al-Ma'un. Sehingga menimbulkan protes di kalangan muridnya. Setelah dijelaskan lalu pengajian dibubarkan dan muridnya membawa pulang ke rumahnya masing-masing anak yatim untuk disantuni secukupnya. Pembaruan perilaku keagamaan yang sesuai dengan ajaran Alquran dan Hadis Nabi Muhammad Saw. secara lurus dan senang beramal shaleh merupakan semangat yang selalu disampaikan kepada sahabat dan muridnya di berbagai tempat.
Dengan bekal kemampuan yang dimilikinya Kiai Dahlan muda yang mulai sibuk dengan pekerjaan pembaruannya ia tetap menekuni sejumlah kitab yang menjadi literatur wajib di pondok pesantren di tanah Jawa. Selain membaca dan mempelajari kitab-kitab kuning karangan ulama klasik, kitab-kitab terbitan baru yang dikarang oleh ulama mutakhir diikuti dengan saksama bahkan dilakukan studi perbandingan. Di antara kitab-kitab yang sempat tercatat sebagai kesukaan serta disebut-sebut sebagai bacaan yang memberi inspirasi beliau dalam perjuangan yang dipilihnya kemudian ialah: Kitab Tauhid, Tafsir Juz 'Amma dan Al-Islam wan Nashraniyyah, karangan Syaikh Moh. Abduh; Tafsir al-Manar dan Majalah Al-'Urwatul Wutsqa, karangan Sayid Rasyid Ridha; Kitab Kanzul ‘Ulum; Kitab-kitab Fil Bid'ah, antara lain. Kitab Attawassul wal Wasilah karangan Ibnu Taimiyyah; Dairatul Ma'arif karangan Farid Wajdi; Kitab Idharulhaq karangan Rahmatullah Al-Hindi; Kitab-kitab Hadis karangan Ulama Mazhab Hambali; Tafshilun Nasyatain Takhsilus Sa 'adatain; Matan AI-Hikam li 'Athaillah; Al-Qashaid 'Ath-Thasiyah, Li 'Abdullah Al-Aththas, dan lain-lain.
Sikap dan perilaku Kiai Dahlan yang berhaluan modernis itu mulai dikenal secara luas sebagai orang muda yang rasional dan kritis terhadap agama. Kehadirannya telah menarik perhatian sejumlah kalangan kiai di sekitarnya dan kalangan priyayi yang terlibat pergerakan dan pendidikan. Dahlan muda yang selalu haus terhadap ilmu agama tersalurkan keinginannya untuk menambah kedalaman pengetahuannya dengan cara berguru ngaji kepada sejumlah kiai. Di antaranya kepada Kiai Mohamad Nur, kakak iparnya sendiri, Kiai Haji Said, Kiai Mukhsin, Kiai Abdulhamid di Lempuyangan, R. Ng. Sosrosugondo (ayahanda dari Ir. Suratin tokoh sepak bola), dan R. Wedana Dwijosewoyo. Dalam hal belajar ilmu hadis ia berguru kepada Kiai Makhfudh dan Syaikh Khaiyat. Dalam mempelajari ilmu falak ia belajar kepada Kiai Haji Dahlan dari Semarang putra dari Kiai Termas yang juga menantu Kiai Saleh Darat dari Semarang, juga memperoleh bimbingan dari Syaikh Mohamad Jamil Jambek dari Bukittinggi.
Ketekunannya terhadap ilmu agama dan keprihatinannya terhadap keadaan umat Islam yang ia jumpai di berbagai kota di Jawa telah memperkuat semangat belajarnya untuk lebih mendalam lagi serta meneguhkan cita-citanya agar segera melakukan perubahan kehidupan keagamaan. Karena itulah pada tahun 1902, ketika usianya menginjak 34 tahun, beliau memutuskan berangkat lagi ke Makkah. Kesempatan ini ia betul-betul pergunakan waktunya untuk meningkatkan kefaqihan agamanya dan memantapkan pendirian hatinya menjalani hidup untuk berkhidmat menegakkan agama serta memperbaiki umat Islam di tanah air. Himmah yang bersemayam di dalam hati sanubarinya telah mempertemukan dirinya dengan ulama besar dari Mesir Syaikh Rasyid Ridha melalui kerabatnya yang telah lama menetap di Makkah, yaitu Kiai Haji Baqir. Pertemuannya dengan Syaikh Rasyid Ridha di Makkah telah ia gunakan untuk belajar dan berdiskusi secara langsung tentang pembaruan yang dilakukan di Mesir, serta lainnya. Rupanya dua tahun bermukim di Makkah untuk yang kedua kalinya ini banyak dilakukan perjumpaan dengan berbagai ulama besar yang berasal dari tanah air yang menganjurkan gerakan pembaruan keagamaan, seperti dengan Syaikh Ahmad Khatib dari Minangkabau, dan lainnya. Setelah dua tahun lamanya menimba ilmu ia merasa cukup memperoleh bekal tambahan, segeralah Kiai Haji Ahmad Dahlan kembali ke tanah air tepatnya pada tahun 1904. Namun, beberapa waktu kemudian sekembalinya ia dari Makkah ayahnya meninggal dunia dan Kiai Haji Ahmad Dahlan diangkat sebagai pejabat agama (Penghulu) di lingkungan Kapengulon Kesultanan Yogyakarta dengan gelar Khatib Amin.
Seperti telah dikemukakan di atas bahwa jaringan ulama di Jawa dan luar Jawa itu sudah terbentuk secara baik. Hal ini dirasakan betul oleh Kiai Dahlan. Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 hubungan Kiai Haji Ahmad Dahlan dengan para kiai, ulama di kota-kota di Jawa sangat erat dan semakin meningkat. Kunjungan silaturahmi yang dilakukannya selalu disambut dengan semangat munculnya kebangkitan agama di kalangan umat Islam. Apa yang dilakukan itu rupanya telah meningkatkan kesadaran intelektual, spiritual dan emosional keagamaan para kiai, ulama yang bersenyawa dengan kesadaran yang sama yang merebak dalam hati sanubari masyarakat secara luas. Himmah yang kuat untuk melakukan pembaruan masyarakat, akhirnya diwujudkannya dengan pendirian lembaga pendidikan keagamaan. Lembaga pendidikan ini rupanya sebagai wadah kemunculan organisasi pergerakan yang terus merebak di kota-kota besar di Jawa, seperti Jakarta, Yogyakarta, Solo, Surabaya, dan di Minangkabau. Apa yang dilakukan oleh tokoh agama dan kalangan kaum terpelajar di berbagai kota di Jawa dan luar Jawa, telah mempercepat reformasi keagamaan, kemasyarakatan, dan politik pada waktu itu. Berdirinya Jamiatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Dagang Islam yang kelak kemudian berubah menjadi Syarikat Islam, langsung atau tidak langsung telah menyentuh dan menggerakkan perasaan pribadi Kiai Haji Ahmad Dahlan.
Perlu dipahami pula bahwa Kiai Haji Ahmad Dahlan selain menjabat sebagai Khatib Amin di Kapengulon ia juga sebagai ulama yarig berhaluan modern, guru pendidik agama Islam yang lembut, serta organisator yang cerdas dan tangkas. la dipercaya untuk mengajarkan dasar-dasar agama Islam di sekolah-sekolah negeri, seperti di sekolah guru atau Kweekschool sering disebut Sekolah Raja di Jetis Yogyakarta; Sekolah Pamong Praja atau Osvia (Opleidingschool voor Inlandsch Ambtenaren) di Magelang, dan lainnya. Dengan tugas-tugas yang dilakukannya itu telah memperluas lingkungan pergaulannya yang sangat bermanfaat bagi terlaksananya gagasan yang sedang dipikirkannya, Pengalaman terlibat dalam dunia sekolah dan cita-citanya yang ingin memperbarui umat Islam lewat perubahan pemikiran, sikap dan perilaku memutuskan bahwa ia hams segera mendirikan sekolah agama, tetapi juga di dalamnya diajarkan mata pelajaran ilmu pengetahuan umum.
Setelah melakukan shalat istikharah berulang kali dan menyampaikan gagasan-gagasannya kepada beberapa orang sahabat dan sejawatnya yang aktif dalam pendidikan dan pergerakan Budi Utomo akhirnya ia memperoleh ilham mendirikan sebuah sekolah dengan nama "Sekolah Muhammadiyah" yang tidak hanya mengajarkan agama, tetapi ilmu pengetahuan umum dan huruf latin. Selanjutnya bagaikan bola salju yang digelindingkan maka makin lama makin besar bola itu. Demikian pula dengan perkumpulan atau Organisasi Persyarikatan Muhammadiyah yang baru didirikan (8 Zulhijjah 1330 H /18 November 1912 M) di Yogyakarta, segera disambut hangat oleh para kiai dan ulama di berbagai kota di Jawa dan Minangkabau. Maka segeralah berdiri cabang-cabang Muhammadiyah di sejumlah kota tersebut, dan terutama di Yogyakarta sendiri. Berbagai kelompok pengajian dan perkumpulan lalu bergabung dan menjadi bagian/ranting dari organisasi Persyarikatan Muhammadiyah yang dipimpinnya.
Sejak itu Kiai Haji Ahmad Dahlan bersama para murid dan sahabatnya sangat gigih memperjuangkan dan melakukan reformasi agama di lingkungah umat Islam khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya yang pada waktu itu sedang terbelenggu oleh takhayul, bid'ah dan khurafat serta sinkretisme. Kehidupan umat Islam yang terbungkus dalam sikap taqlidisme, feodalisme, konservatisme dan tradisionalisme dipandang menjadi sebab keterbelakangan dan ketertinggalannya dibanding dengan umat lain dan harus segera ditinggalkan umat Islam. Selain itu kondisi bangsa Indonesia juga terpuruk dalam belenggu penjajahan kolonialisme Belanda. Ketulusikhlasan yang mendasari gerak perjuangannya ternyata menumbuhkembangkan modernitas bangsa Indonesia sekaligus mengembalikan kesadaran baru untuk melaksanakan agama secara murni dan lurus pada masa-masa selanjutnya.
Perjuangan Kiai Haji Ahmad Dahlan dan sejumlah kiai, ulama terpandang di berbagai wilayah di Jawa dan Sumatra serta tempat lainnya bagaikan fajar yang mulai menyinari gelapnya bumi. Mereka secara intensif melakukan silaturahmi dari kota satu ke kota lain berdiskusi dan menyampaikan dakwah, pengajian di pelosok-pelosok kota. Mereka terlibat dalam gerakan pembaruan sosial keagamaan dan pendidikan. Itulah sebabnya para kiai dan ulama tidak bisa dipisahkan dengan gemuruhnya bunyi lonceng kebangkitan nasional yang terus membahana. Dengan dilandasi niat yang tulus ikhlas para ulama dan kiai bersungguh-sungguh menyampaikan gagasan-gagasan keagamaan secara kritis dan cerdas ke tengah masyarakat guna memperbarui perilaku dan cara pandang keagamaan masyarakat yang dirasakan masih bercampur aduk dengan kepercayaan lokal.
Lebih jauh mengenai latar belakang didirikannya perkumpulan Muhammadiyah oleh Kiai Dahlan antara lain karena beliau tergerak ingin mewujudkan perintah Allah yang selalu ditelaahnya dan disampaikan kepada muridnya. Seperti Surat Ali Imran [3]: 104 yang artinya,
Adakanlah di antara kamu segolongan umat yang menyuruh manusia kepada keutamaan dan menyuruh berbuat kebajikan serta mencegah berlakunya perbuatan yang munkar. Umat yang berbuat demikian itulah yang akan berbahagia.
Sebuah dialog yang perlu dikemukakan di sini ialah ketika Kiai Dahlan menyebut Muhammadiyah sebagai nama organisasi perkumpulan yang dibentuknya itu, ternyata menjadi pertanyaan murid dan juga kadernya yang bernama Soedja'. "Kiai, mengapa Kiai mengambil nama itu, kedengarannya seperti nama untuk seorang wanita." Kemudian dijawab oleh Kiai Dahlan bahwa "Muhammadiyah itu bukanlah nama perempuan, melainkan berarti umat Muhammad, pengikut Muhammad utusan Tuhan Yang Maha Penghabisan." Tujuan yang ingin diwujudkan ialah menghimpun kembali umat Islam untuk mengikuti jejak Nabi Besar Muhammad Saw., menegakkan kembali kemurnian agama Islam, membersihkan tauhid dari segala macam takhayul, bid'ah dan khurafat yang menjangkiti kehidupan umat Islam pada waktu itu.
Pada awal mula berdirinya Muhammadiyah, kedudukan Kiai Haji Ahmad Dahlan sendiri menjadi ketuanya, sekretarisnya Haji Abdullah Sirat yang juga menjabat Kiai Penghulu, dibantu oleh Mas Ngabehi Djojosugito sebagai sekretaris dan Muhamad Husni sebagai komisaris. Tokoh-tokoh lainnya yang duduk dalam kepengurusan pusat ialah Haji Ahmad, Haji Abdurrahman, Raden Haji Sarkawi, Haji Muhammad, Raden Haji Djaelani, Haji Anies dan Haji Muhamad Fakih.
Sekalipun gagasan dan pergerakan yang telah didirikan KH.A. Dahlan bersama sejumlah sahabat dan muridnya itu memperoleh dukungan dan sambutan yang luas, tapi dijumpai pula sejumlah pihak yang menentang dan berusaha menggagalkannya. Bahkan dari pihak internal keluarganya sendiri pun ada yang menyayangkan keputusan Kiai Dahlan itu. Mereka tidak pernah melupakan peristiwa konfliknya dengan Kanjeng Penghulu Kamaludiningrat, menyangkut pembetulan arah kiblat shalat masjid besar Kauman yang dilakukan murid-muridnya, sehingga menyebabkan dirobohkannya surau yang didirikan sebagai tempat shalat dan kegiatan pengajian KH.A. Dahlan. Sebenarnya sebagai kiai muda yang memiliki pengetahuan yang luas ketika melihat hal yang tidak benar tentang arah kiblat shalat telah berusaha menjelaskan kepada para kiai sepuh, tapi kewibawaan Kiai Dahlan muda rupanya belum bisa menundukkan wibawa kiai sepuh yang ada. Sehingga ketika Kiai Dahlan mendirikan masjid untuk dirinya yang sesuai dengan arah kiblat menurut ilmu falakiah yang dikuasainya mendapat reaksi dari kiai sepuh dengan merobohkannya rata dengan tanah. Beruntunglah waktu itu kakak iparnya Kiai Haji Soleh segera menenteramkan hatinya yang kecewa berat dan dapat menghiburnya sehingga ia mengurungkan niatnya untuk pergi meninggalkan Kauman. Sebagian penentangnya mengatakan bahwa apa yang dilakukan Kiai Dahlan dengan lembaga pendidikannya dipandang telah menyimpang dari ajaran Islam, telah murtad dari garis ajaran agama yang benar. Lebih dari itu beliau dikatakan telah menjadi Kiai Kristen, karena telah mendirikan sekolah dengan cara baru, yaitu melaksanakan pengajaran sekolah dengan bangku, papan tulis, mengizinkan orang laki-laki bersembahyang dengan celana panjang tanpa sarung. Demikianlah perjuangan yang dihadapi oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan beserta para murid dan sahabatnya.
Sampai akhir hayatnya (wafat tahun 1923) Kiai Haji Ahmad Dahlan menjadi Ketua Pusat Muhammadiyah. Dengan bendera Muhammadiyah yang dikibarkannya sejak 1912 telah melakukan banyak pekerjaan besar bagi kemajuan dan masa depan umat Islam. Bahkan hingga saat hari-hari akhir hayatnya ketika beliau menderita sakit keras, kemudian dinasihatkan untuk istirahat di pegunungan Gunung Bromo, Pasuruan, beliau tidak mau meninggalkan pekerjaan amar ma 'ruf nahi munkar. la memberikan pengajian kepada masyarakat yang dijumpainya. Ketika kembali ke Yogyakarta dan menderita sakit lagi, Kiai Dahlan diingatkan agar mau istirahat dari kegiatan-kegiatannya. Diingatkan oleh istrinya yang setia mendampinginya seakan-akan tidak percaya, sehingga Kiai Dahlan bertanya, "Mengapa saya harus istirahat?" Dijawab oleh istrinya,"Kiai lagi sakit, perlu istirahat, menunggu sembuh!" Namun, apa jawab Kiai Dahlan,"Ajaib benar, semua orang menyuruh aku berhenti beramal, tidak saya pedulikan, kini giliran engkau ikut pula seperti mereka!" Meneteslah air mata sang istri dan sambil menjelaskan maksudnya bahwa bila nanti kiai telah sembuh maka dapat bekerja lagi dengan lebih giat. Akhirnya Kiai Dahlan mengatakan, "Saya mesti bekerja keras, untuk meletakkan batu pertama daripada amal yang besar ini. Kalau sekiranya saya lambatkan ataupun saya hentikan, lantaran sakitku ini, maka tidak ada orang yang akan sanggup meletakkan dasar itu. Saya sudah merasa, bahwa umur saya tidak akan lama lagi. Maka jika saya kerjakan selekas mungkin, maka yang tinggal sedikit itu, mudahlah bagi yang di belakang nanti untuk menyempurnakannya." Demikianlah ungkapan hati Kiai Dahlan di akhir hayatnya.
Kalimat lain yang sangat populer ialah pesannya agar "hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup pada Muhammadiyah" dimaksudkan supaya kader Muhammadiyah mau bekerja keras melanjutkan perjuangan dan membesarkan Persyarikatan Muhammadiyah.

ADAB ADAB SEBAGAI KOKAM

KOKAM
Dijalan Allah Kami tegak berdiri mencitakan panji-panji menjulang tinggi bukan untuk golongan tertentu semua amal kami, bagi dien ini kami menjadi pejuang sejati, hidup mulia atau mati syahid cita-cita kami
ADAB-ADAB KOKAM
1. Adab anggota KOKAM terhadap Rabbnya
a. Ihtishab (Mengharap pahala Allah)
Yakni dengan mengikhlaskan setiap aktifitasnya semata-mata hanya untuk Allah saja, serta berharap pahala dari-Nya. Seorang anggota KOKAM haruslah waspada jangan sampai syaitan membuatnya ujub, takabbur, congkak, serta mengungkit-ungkit jasanya sehingga setiap amalnya sia-sia.
Allah swt berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, maka sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan keji dan yang munkar. Sekiranya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kalian bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan munkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (An-Nur : 21)
“Mereka merasa telah memberi ni’mat (jasa) kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah:”Janganlah kalian merasa telah memberikan ni’mat kepadaku dengan keislaman kalian, sebenarnya Allah-lah yang melimpahkan ni’mat kepada kalian dengan menunjukkan kalian kepada keimanan jika kalian adalah orang-orang yang benar”.(Al-Hujurat : 17)
“Dan janganlah kalian menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya mereka dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya’ kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan. Dan ketika syaitan menjadikan mereka memandang baik perbuatan mereka dan mengatakan:”Tidak ada seorang manusiapun yang dapat menang terhadap kalian pada hari ini, dan sesungguhnya saya ini adalah pelindung kalian”, maka tatkala kedua pasukan itu telah saling melihat (berhadapan), syaitan itu balik ke belakang seraya berkata :”Sesungguhnya saya berlepas diri dari pada kalian, sesungguhnya saya dapat melihat apa yang kamu sekalian tidak dapat melihat; sesungguhnya saya takut kepada Allah”. Dan Allah sangat keras siksan-Nya. (Al-Anfal : 47-48).
Seorang anggota KOKAM haruslah bersikap tawadlu’ dan bersujud kepada Allah sebagai rasa syukur atas karunia dan anugerah yang diberikan kepadanya, serta memohon kepada Allah agar amalnya diterima dengan baik dan diberi pahala yang banyak.
b. Roja’ (Pengharapan)
Setiap anggota KOKAM harus senantiasa berpengharapan kepada Allah swt terhadap pertolongan-Nya dalam setiap aktifitas perjuangan. Dan harus percaya bahwa Allah selalu beserta orang-orang yang berjuang demi tegsknya Islam.
Allah swt berfirman :
“…dan adalah wajib bagi Kami menolong orang-orang yang beriman”. (Ar-Rum : 47)
“Katakanlah :”Tidak ada yang kalian tunggu-tunggu bagi kami, kecuali salah satu dari dua kebaikan. Dan kami menunggu-nunggu bagi kalian bahwa Allah akan menimpakan kepada kalian adzab (yang besar) dari sisi-Nya, atau (adzab) dengan tangan kami. Sebab itu tunggulah, sesungguhnya kamipun menunggu-nunggu bersama kalian”. (At-Taubah : 52)
“Dan sesungguhnya telah tetap janji Kami kepada hamba-hamba kami yang menjadi Rasul, (yaitu) sesungguhnya mereka itulah yang pasti mendapatkan pertolongan. Dan sesungguhnya tentara Kami itulah yang pasti menang.” (Ash-Shaaffaat : 171-173)
c. Tawakkal
Bersandar kepada Allah saja dalam setiap perjuangan, tanpa menengok banyaknya jumlah, perlengkapan, kekuatan dan bekal. Ketika kaum Muslimin berjumlah sedikit dalam perang Badar, namun mereka bertawakkal dan bersandar penuh hanya kepada Allah saja, maka Allah memenangkan mereka atas musuhnya yang lebih banyak jumlah dan perlengkapannya.
Allah swt berfirman :
“Sesungguhnya Allah telah menolong kalian dalam peperangan Badar, padahal kalian (ketika itu) adalah orang-orang yang lemah. Karena itu bertaqwalah kalian kepada Allah, supaya kalian mensyukuri-Nya”.(Ali-Imran : 123)
“Sesungguhnya Alah telah menolong kalian (hai para Mu’minin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu diwaktu kalian merasa bangga dengan banyaknya jumlah kalian, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepada kalian sedikitpun, dan bumi yang luas itu terasa sempit oleh kalian, kemudian kalian lari ke belakang. Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang yang beriman, dan Allah menurunkan bala tentara yang kalian tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang-orang yang kafir, dan demikianlah pembalasan kepada orang-orang yang kafir”.(At-Taubah : 25-26)
“… Berkatalah orang-orang yang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah :”Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar”.(Al-Baqarah :249)
insya Allah bersambung....