Selasa, 01 Desember 2009

Lanjutan Adab KOKAM

5. Adab Pimpinan Terhadap Anggota KOKAM
a. Adil
Keadilan adalah landasan kokoh yang menopang tegaknya kepemimpinan, tanpa keadilan maka perjalanannya akan berakhir dengan kelemahan, kejatuhan dan kepunahan. Pimpinan wajib memperhatikan urusan seluruh bawahannya, berlaku adil kepada mereka semua dan menghormati mereka tanpa mengistimewakan mengistimewakan salah satu atas satunya yang lain atau satu kelompok atas kelompok yang lain : seperti misalnya, mengistimewakan kerabatnya atau orang-orang yang sedaerah dengannya atau mereka yang berharta atau mereka yang berpangkat terhadap yang lain dalam hal penugasan atau pemberian atau pembagian. Agar dia tidak terjatuh dalam kemurkaan Allah dan kemarahan manusia, sehingga dia tidak mendapatkan pertolongan dari Allah maupun dari bawahannya.
Allah swt Berfirman :
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemunkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”.(An-Nahl : 90)
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidal adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Al-Maidah 8)
“...dan apabila kalian berkata, maka hendaklah kalian berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat kalian...”. (Al-An’am : 152)
“...Dan orang-orang zhalim itu, Allah menyediakan bagi mereka siksa yang pedih”. (Al-Insan : 31)
Rasulullah saw bersabda :
“Takutlah kalian terhadap (tindak) kezhaliman, karena kezhaliman itu merupakan kegelapan pada hari kiamat”. (HR. Ahmad, Ath-Thabrani, Al Baihaqi)
“Tiadalah seorang pemimpin kabilah melainkan dia akan didatangkan (dalam persidangan) pada hari kiamat dalam keadaan terbelenggu, sampai keadilan melepaskannya atau kelaliman membinasakannya”. (HR. Al-Baihaqi)
“Tiadalah seorang pemimpin yang diberi tanggungjawab untuk memimpin suatu kabilah, melainkan dia akan ditanya perihal mereka pada hari kiamat”. (HR. Ath-Thabrani)
“Adil itu bagus, akan tetapi (keadilan) pada para pemimpin itu jauh lebih bagus...”. (HR. Ad-Dailami)
“Sebaik-baik amir sariyah (komandan pasukan) adalah Zaid bin Haritsah; dia paling berlaku sama rata dalam pembagian dan paling adil terhadap rakyat”. ( Al-Hakim)
b. Lemah Lembut
Seorang pemimpin haruslah bertaqwa kepada Allah, berlaku lemah lembut kepada bawahan dan prajuritnya, berjalan di tengah-tengah mereka seperti jalannya orang-orang yang terlemah di antara mereka, agar ia tidak memberatkan mereka sehingga mereka menjadi susah dan berkeluh kesah, kecuali apabila memang keadaan menuntut harus berlaku tegas dan keras, maka tidak mengapa baginya berlaku kasar dalam keadaan yang seperti itu.
Dalam Ghazwah Muraisi’, Nabi saw pernah melakukan perjalanan berat untuk kembali ke Madinah, berjalan dari pagi hingga petang dan malam sampai pagi, ketika panas matahari menyengat barulah mereka singgah untuk beristirahat. Kemudian beliau melakukan perjalanan lagi seperti itu hingga tiba di Madinah dalam tempo 3 hari.
Rasulullah saw bersabda :
“Berjalanlah kalian menurut (kadar kemampuan) orang yang terlemah diantara kalian”. (Ringkasan dari tafsir Ibnu Katsir dalam surat Al-Munafiqun)
“Tiadalah kelemah lembutan melekat pada sesuatu melainkan ia akan mempereloknya, dan tiadalah kelemah lembutan terlepas dari sesuatu melainkan ia akan memperburuknya”.(HR Abdu bin Hamin dan Adh-Dhiya’ dari Anas)
“Sesungguhnya Allah senang apabila diambil rukhshat (keringanan)-Nya, sebagaimana Dia benci didatangi maksiat-Nya”. (HR Ahmad, Ibnu Hiban dam Al-Baihaqi)
dibawah ini beberapa adab pimpinan terhadap bawahannya, yang dinukil secara ringkas dari kitab Ahkam As-Sulthaniyah, tulisan Al-Mawardi :
1. Berlaku lemah lembut terhadap mereka
2. Memeriksa dan meneliti kendaraan-kendaraan yang mereka naiki serta memastikan kelaikan dan kebagusannya.
3. Memilih (menugaskan) orang-orang yang cerdik dan pandai di dalam pasukan, agar ia dapat mengetahui keadaan pasukan melalui perantaraan mereka.
4. Memeriksa dengan teliti pasukan serta senantiasa mencari kelemahan yang ada padanya, kemudian mengeluarkan mereka yang terbukti membuat lemah semangat dan menggoyahkan mental pasukan. Sebagaimana Rasulullah saw pernah mengeluarkan Abdullah bin Ubay bin Salul pada salah satu Ghazwahnya, lantaran ia melemahkan semangat pasukan.
5. Berlaku adil dan berlaku sama rata terhadap seluruh anah buahnya, tidak mengistimewakan satu kelompok atas kelompok yang lain atau satu individu atas individu yang lain kecuali berdasarkan kemampuannya serta senantiasa menghindarkan diri dari sesuatu yang dapat menimbulkan perselisihan, konflik dan permusuhan.
6. Menjaga pasukan dari serangan dan serbuan musuh secara mendadak.
7. Memilih tempat-tempat persinggahan, dan medan-medan pertempuran, dimana medan tersebut sangat membantu mereka dalam peperangan dan pertahanan.
8. Mempersiapkan bekal dan perlengkapan yang dibutuhkan pasukan.
9. Selalu memantau gerak-gerik dan khabar musuh agar selamat dari tipu dayanya.
10. Memperkuat spiritual dan harapan mereka akan kemenangan, untuk menambah keberanian mereka dalam bertempur, dan ini termasuk salah satu faktor yang mendorong kemenangan, sebagaimana dalam firman Allah swt :
“(yaitu) ketika Allah menampakkan mereka kepadamu di dalam mimpimu (berjumlah) sedikit. Dan sekiranya Allah memperlihatkan mereka kepada kamu (berjumlah) banyak tentu kamu menjadi gemetar dan tentu saja kamu akan berbantah-bantahan dalam urusan itu, akan tetapi Allah telah menyelamatkan kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala isi hati”. (Al-Anfal : 43)
11. Bermusyawarah dengan orang-orang yang memiliki pengetahuan dan orang-orang yang bijak agar terhindar dari kesalahan (dalam membuat keputusan), sebagaimana Firman Allah swt :
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekat, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya”.(Ali Imran 159)
Rasulullah saw bersabda :“Tiada suatu kaum mau bermusyawarah, melainkan mereka akan dituntun kepada yang terbaik dari perkara-perkara mereka”.
12. Menjaga pasukan agar tidak melakukan kerusakan dan maksiat, serta menindak mereka yang melakukan perbuatan sia-sia dan merusak.
Harits bin Hibban meriwayatkan hadits dari Aban bin ‘Utsman, dari Nabi saw bahwasannya beliau pernah bersabda :
“Cegah/laranglah pasukan kalian dari melakukan kerusakan, karena sesungguhnya tiada sekali-kali suatu pasukan berbuat kerusakan melainkan pasti Allah akan mencampakkan rasa takut dalam hati mereka. Dan cegahlah pasukan kalian dari perbuatan ghulul, karena sesungguhnya tiada sekali-kali suatu pasukan berbuat ghulul, melainkan Allah akan menguasakan kepada mereka kegentaran. Dan cegahlah pasukan kalian dari perbuatan zina, karena sesungguhnya tiada sekali-kali suatu pasukan berbuat zina, melainkan Allah akan menguasakan kepada mereka kematian”.
Abu Darda’ berkata :
“Wahai manusia, kerjakanlah amal-amal yang shaleh sebelum berperang, karena sesungguhnya kalian berperang dengan amal-amal kalian”.
Pimimpin haruslah menyayangi bawahannya seperti kasih sayang orang tua kepada putra-putranya. Mereka adalah amanah yang dititipkan padanya, kelak diminta pertanggungjawabannya pada hari kiamat, maka janganlah ia membawa mereka ke tempat-tempat yang membahayakan keselamatan mereka atau menghantarkan mereka kepada bahaya, namun jika ia harus berbuat demikian dan sikon menuntut untuk menempuh bahaya tersebut, maka sebisa mungkin ia harus menopang mereka dengan sesuatu yang dapat menjaga dan melindungi keselamatan mereka.
c. Musyawarah
Tatkala terjadi tukar pendapat, timbal balik nasehat, diskusi dan musyawarah bersama para pakar dan spesialis, akan memberikan bekal yang melimpah dalam hal informasi, data, sarana-prasarana, taktik, planning, langkah-langkah dan solusi-solusi bagi pimpinan dan bekal-bekal itu akan menambah luas cakrawala berpikirnya, memperkaya wawasannya, memperjelas essensi persoalan dan mempermudah perkara-perkara yang dihadapinya.
Allah swt Berfirman :
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka ta’at kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.(At-Taubah 71)
“Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah mebulatkan tekad, maka bertawakkallah kepad Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”.(Ali Imran 159)
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Rabbnya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka;dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka”. (Asy-Syura 38)
Rasulullah saw bersabda :
“Orang yang dimintai pendapat harus dapat dipercaya, jika mau ia berhak memberikan pendapat atau tidak”. (HR Ath-Tabrani)
“Orang yang diminta pendapat harus dapat dipercaya, jika ia diminta berpendapat, hendaklah ia memberikan suatu pendapat sebagaimana ia melakukan untuk dirinya sendiri”.(HR Ath-Thalisi)
“Tidak akan kecewa orang yang telah mencari pilihan (terbaik), dan tiak akan menyesal orang yang telah meminta pendapat, dan tidak akan miskin, orang yang (hidup) bersahaja”. (HR Ath-Tabrani)
“Tolonglah saudaramu baik ia zhalim (berlaku aniaya) ataupun yang madzlum (dianiaya).”Maka bertanyalah seseorang yang mendengarnya, “Ya Rasulullah, aku menolongnya jika dianiaya, lalu apa pendapat tuan jika ia zhalim? Bagaimana aku menolongnya?” Beliau menjawab,”Engkau cegah ia atau engkau halangi ia dari berbuat zhalim, karena sesungguhnya itulah cara menolongnya”.(HR Al-Bazzar dan Ath-Thabrani)
“Orang yang menunjukkan kepada kebaikan, adalah seperti orang yang mengerjakannya”. (Sirah An-Nabawiyyah)
Dari Abu Hurairah r.a. dia berkata :”Aku tidak pernah melihat seseorang yang begitu sering bermusyawarah dengan para sahabatnya, daripada Rasulullah”.(HR Al-Hakim)
6. Adab Anggota KOKAM dalam Perjuangan dan Peperangan
a. Baro’ah (meninggalkan dosa dan maksiat)
Melepaskan diri dari aib dan dosa, yakni dengan meninggalkan maksiat, bertaubat kepada Allah dari dosa yang pernah diperbuat, meluluskan niat dalam berjuang semata-mata hanya untuk Allah, dan melepaskan tanggungan dari para pemilik hak yang ada padanya dengan jalan membayarnya atau meminta kerelaan atau meminta izin dari pemilik hak tersebut.
Rasulullah bersabda :
“Diampunkan bagi orang yang mati syahid dari semua dosa kecuali hutang”.(HR Ahmad dan Muslim)
“Orang yang mati syahid di darat diampunkan semua dosanya kecuali hutang, dan orang yang mati syahid di laut diampunkan semua dosa, juga hutang dan amanahnya”.(HR Abu Nu’aim)
b. Tajhiz (menyiapkan perbekalan)
Menyiapkan dan mempersiapkan keperluannya selama pergi berperang atau berjuang di jalan Allah, baik makanan, minuman, pakaian dan peralatan-peralatan lain termasuk senjata kendaraan dan lain sebagainya jika pimpinan tidak menyediakan. Jika sudah disediakan seperti sudah dibentuk bagian logistik maka tinggal menggunakan dan merawatnya dengan sebaik-baiknya.
c. Mulazamatudz-dzikir (senantiasa berdzikir)
Seorang anggota KOKAM harus senantiasa mengingat Allah Ta’ala, memohon pertolongan-Nya, bertawakal pada-Nya, dan menggantungkan harapan pada-Nya dalam setiap gerak dan seluruh keadaannya.
Oleh karena bantuan, kekuatan, dan pertolongan hanya datang dari pada-Nya saja, dan Dia berkuasa atas segala sesuatu. Maka yang mula pertama anggota KOKAM harus gandrungi adalah mengerjakan shalat yang wajib, tilawah Al-qur’an, meperdalam pengetahuan dalam urusan Dien khususnya fiqh jihad fi sabilillah, sebagaimana ia harus memiliki kecintaan yang sangat kuat untuk mengerjakan shalat-shalat sunnat, berdzikir, dan membaca doa-doa yang ma’tsur;demikian pula ia harus bersungguh-sungguh untuk menjadikan dirinya zuhud terhadap dunia serta cinta kepada kehidupan akhirat, ia putuskan segala pikiran yang mendorong kepada kecintaan terhadap harta, perniagaan, keluarga, anak, kesenangan dunia dengan segala perhiasannya...sampai ia dapat memutus jalan syetan dan menutup pintu masuk ke dalam dirinya untuk membujuk, menggoda dan menipu, sehingga tinggallah ia sendiri bersama Rabbnya, menyembah, memohon pertolongan, mengharap, dan menginginkan dengan sungguh-sungguh apa-apa yang ada pada sisi-Nya. Demikian pula ia harus bersungguh-sungguh dalam mempraktekkan adab-adab Islam dalam semua urusannya. Tidak meninggikan suara dalam berdzikir selama berperang di luar keperluan, tidak mengharap bertemu dengan musuh, tapi memohon kepada Allah keselamatan, keteguhan, kesabaran, dan syahadah, serta karunia di syurga.
Allah swt Berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung”.(Al-Anfaal 45)
Diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal ra, bahwasannya Rasulullah saw pernah bersabda :
“Berbahagialah bagi orang yang banyak menyebut (nama) Allah dalam jihad, karena sesungguhnya ia memperoleh dengan satu kata (yang ia ucapkan) tujuh puluh ribu hasanah, dan setiap hasanah dari padanya ia mendapat sepuluh kali lipat yang semisalnya dari sisi Allah sebagai tambahan”.(HR Ath-Thabrani)
Diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal ra, dari Rasulullah saw bahwasannya pernah seorang lelaki bertanya kepada beliau :
“Mujahidin mana yang paling besar pahalanya?” Beliau menjawab :”Yang paling banyak berdzikir kepada Allah Tabaaraka wa Ta’ala..”.(HR Ath-Thabrani)
Dalam peristiwa perang Badar Rasulullah berdo’a dengan menghadap kiblat, kemudian menjulurkan tangannya ke atas, beliau lalu memuji Rabbnya dan berdoa :
“Ya Allah, penuhilah apa yang telah Engkau janjikan kepadaku : Ya Allah datangkanlah apa yang telah Engkau janjikan kepadaku; Ya Allah, andai binasa segolongan (kecil) dari ahli Islam ini, niscaya Engkau tidak akan lagi disembah di muka bumi”.
Beliau terus menghiba dan memohon kepada Rabbnya, menengadahkan kedua tangannya hingga terjatuh jubahnya. (HR Muslim)
Dari ‘Abdullah bin Abu Aufa ra, dia berkata :”Pada suatu hari ketika Rasulullah saw sedang berhadapan dengan musuh, beliau menunggu hingga matahari condong ke barat, kemudian beliau berdiri di hadapan khalayak dan berkata :
“Wahai sekalipun manusia, janganlah kalian menginginkan bertemu dengan musuh, mintalah kepada Allah keselamatan, dan jika kalian menghadapi musuh maka bersabarlah, dan ketahuilah bahwa surga itu di bawah naungan pedang”.
Kemudian beliau berdo’a :
“Ya Allah, yang menurunkan Al Kitab, yang menjalankan awan, yang mrngalahkan Ahzab (pasukan yang bersekutu), kalahkanlah mereka dan menangkanlah kami atas mereka”.
Dalam riwayat lain dikatakan:
“Ya Allah yang menurunkan Al Kitab, yang sangat cepat perhitungan-Nya, kalahkanlah pasukan yang bersekutu, Ya Allah, kalahkanlah mereka dan goncangkanlah mereka”. (HR Bukhari dan Muslim)
7. Adab Anggota KOKAM ketika Menghadapi Peperangan
Senantiasa Mengingat Keagungan Allah, Teguh, senantiasa Muhasabah (Instropeksi), serta Sabar dan Mushabarah
Sesungguhnya saat-saat berperang melawan usuh, khususnya ketika dua pasukan telah saling berhadapan dan saling menyerang, merupakan saat-saat yang menggetarkan. Saat seperti itu merupakan beban yang berat dan mengandung nilai yang penting dalam peperangan. Masing-masing pihak berusaha mengacaukan lawannya, menjatuhkan morilnya, menanamkan ketakutan dan perasaan takut mati serta melemahkan semangat mereka dengan serbuan yang menakutkan; taktik strategi yang mencengangkan maupun pendadakan yang mengejutkan. Maka pihak manapun yang memenangkan peperangan ini, akan dapat mengendalikan jalannya peperangan; akan mampu memanaskan dan mendinginkan situasi kapanpun dikehendaki, meningkatkan semangat dan moril pasukannya, serta akan mampu mencapai kemenangan dan menghindarkan diri dari kekalahan.
Kontak senjata yang pertama menjadi ukuran terhadap langkah-langkah selanjutnya, bernilai negatif atau positif, menentukan kalah atau menang. Untuk itu sudah seharusnya suatu pasukan teguh hati di medan peperangan dengan membekali diri dengan kekuatan iman yang kokoh, moril (ruhiyah) yang tinggi dan semangat yang membara, dimana hal itu bisa didapatkan dari slogan-slogan dan semboyan perjuangan yang mulia, nasihat dan arahan imaniah untuk senantiasa dzikrullah dan bersabar terhadap bala’ serta kerinduan kepada syurga dan kepada mati syahid dan kecintaan untuk bertemu dengan Allah swt.
Allah swt Berfirman :
“Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mu’minin itu untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar diantara kamu niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang (yang sabar) diantara kamu, maka mereka dapat mengalahkan seribu daripada orang-orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti”.(Al-Anfal : 65)
“Maka berperanglah kamu pada jalan Allah, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri. Kobarkanlah semangat para mukmin (untuk berperang). Mudah-mudahan Allah menolak serangan orang-orang yang kafir itu. Allah amat besar kekuatan dan amat keras siksaan(Nya)”.(An-Nisa : 84)
Ada beberapa cara untuk menumbuhkan keteguhan hati dan pendirian di medan peperangan, diantaranya :
1. Bertakbir ketika melakukan peperangan untuk mengingat kebesaran Allah, karena barangsiapa yang senantiasa mengingat kebesaran Allah, maka ia akan menganggap remeh selain-Nya. Dan barangsiapa takut kepada Allah, maka ia tidak akan takut kepada selain-Nya.
2. Senantiasa mengingat bahwa kematian itu adalah perkara yang haq (pasti), tidak ada seorangpun yang dapat lari darinya, tidak dapat diakhirkan (ditunda) karena meninggalkan peperangan maupun dimajukan dengan melakukan peperangan. Kematian hanyalah satu, tidak ada duanya.. dan kematian yang mulia bagi seorang mukmin adalah mati syahid fi sabilillah.
3. Senantiasa meyakini bahwa janji Allah adalah haq (benar), dipenuhinya janji-janji itu merupakan sebuah kepastian...dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
4. Hendaklah menyerang musuh ketika mereka dalam keadaan lengah dengan cepat dan tepat, dengan berharap pertolongan Allah, bertawakal kepada-Nya dengan keberanian yang terukur, teguh hati dan penuh perhitungan serta dengan penuh kesabaran, dengan berharap ridho Allah, pahala yang besar dan kenikmatan yang kekal.
5. Bersabar dan senantiasa menjaga kesabaran dalam pedih dan kerasnya perjuangan dan peperangan serta resikonya. Dan senantiasa menyadari bahwa diantara kemenangan dan kekalahan memerlukan kesabaran, oleh karena itu hendaklah memperbanyak do’a di medan peperangan dan perjuangan dalam rangka mengegakkan kebenaran dan kalimatullah, karena do’a di wktu peperangan itu mustajab.
Allah swt Berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung. Dan ta’atlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampung-kampung dengan rasa angkuh dan dengan maksud ria’ kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan. Dan ketika syaitan menjadikan mereka memandang baik pekerjaan mereka dan mengatakan :”Tidak ada seorang manusia yang dapat menang terhadap kamu pada hari ini, dan sesungguhnya saya ini adalah pelindungmu”. Maka tatkala kedua pasukan itu telah dapat saling lihat melihat (berhadapan), syaitan itu berbalik ke belakang seraya berkata:”Sesungguhnya saya berlepas diri daripada kamu; sesungguhnya saya dapat melihat apa yang kamu sekalian tidak dapat melihat; sesungguhnya saya takut kepada Allah”. Dan Allah sangat keras siksa-Nya”. (Al-Anfal : 45-48)
Dikisahkan, ketika Rasulullah saw mengutus sekelompok pasukan (satu thoifah) untuk mengejar pasukan Abu Sofyan seusai perang Uhud, mereka mengeluh atas luka-luka yang mereka dapatkan dalam peperangan. Maka turunlah ayat :
“Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.(An-Nisa :104)
Bersabda Rasulullah saw :
“Ada dua waktu dimana ketika itu dibuka pintu-pintu langit, dan sedikit sekali do’a yang tidak dikabulkan pada waktu itu, yaitu pada wktu diserukannya adzan dan pada saat dalam barisan berperang fi sabilillah”.
“Dua masa apabila seseorang berdo’a tidak ditolak oleh Allah; yaitu pada saat diserukannya adzan dan pada saat berkecamuknya peperangan”.(HR Abu Dawud dan Ibnu Hiban)
“Kesabarn itu awal penyerangan”. (HR Al-Bazaar)
“Orang yang sabar itu adalah yang bersabar diwaktu penyerangan pertama”.(HR Al-Bukhari)
8. Adab Anggota KOKAM Seusai Peperangan
a. Apabila Menang
Seorang anggota KOKAM tidak akan menjadi congkak, berbangga diri, sombong dan bersikap pongah lantaran mabuk kemenangan dan terdorong oleh luapan rasa gembiranya, namun ia akan ingat akan karunia Allah yang memberikan kepadanya dengan kemenangan tersebut, sehingga iapun memuji Allah dan bersyukur kepada-Nya dengan sikap merendahkan diri, tunduk dan khusyu’.
Muhammad bin Ishaq berkata : Telah mengkhabarkan kepadaku ‘Abdullah bin Abu Bakar, bahwa tatkala Rasulullah saw sampai di Dzi Thuwa, beliau berhenti di atas kendaraannya, mengenakan ikat kepala dengan sobekan kain bergaris merah, beliau menundukkan kepalanya merendahkan diri kepada Allah saat melihat kemenangan yang dilimpahkan Allah kepadanya hingga ujung jenggotnya hampir-hampir menyentuh bagian tengah punggung ontanya.
Berkata Al Hafizh Al Baihaqi, dari Anas, dia berkata :
“Rasulullah saw masuk ke Mekkah pada hari penaklukannya, sedangkan dagunya di atas pelana kendaraannya menampakkan sikap khusyuk’ “.
b. Apabila gagal (kalah)
Seorang anggota KOKAM akan mengembalikan sebab kegagalan kepada dirinya sendiri, demikian pula kekurangan, kelalaian, dan ketidakberesan yang terjadi, lalu ia meneliti dan mengoreksinya serta menghubungkan dengan Al Qur’an dan As Sunnah, kemudian menimbangnya dengan timbangan Islam dan iman, untuk mengetahui di mana letak kesalahan dan kelemahan, dan untuk mengetahui di mana letak kekurangan dan penyimpangan, lalu ia bertaubat kepada Allah dan beristighfar atas kesalahan yang ia perbuat, baik yang ia ketahui atau yang tidak diketahui.
Sebagaimana ia tetap mengharap pahala dari sisi Allah atas usaha yang telah ia curahkan, kebaikan yang telah ia lakukan, dan kemampuan yang telah ia kerahkan. Demikian pula ia tidak merasa putus asa serta berharap dari rahmat Allah, bantuan, pertolongan dan peneguhan-Nya pada kesempatan-kesempatan yang lain di masa mendatang, karena ia mengimani dan meyakini bahwa segala urusan itu berjalan dengan ketentuan Allah, ia merasa berkewajiban untuk mengerahkan segenap kesungguhan dan kemampuannya, dan tidak dibebani untuk meraih keberhasilan, sebab keberhasilan itu merupakan pemberian Allah, anugerah dan karunia-Nya.
Allah swt Berfirman :
“Apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka tetapi Allah hendak menguji sebagian kamu dengan sebagian yang lain. Dan orang-orang yang gugur pada jalan Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal mereka. Allah akan memberi pimpinan kepada mereka dan memperbaiki keadaan mereka, dan memasukkan mereka ke dalam syurga yang telah diperkenalkan-Nya kepada mereka”. (QS Muhammad : 4-6)
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong agama Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”. ( QS Muhammad : 7)
“Dan jangan kamu berputus asa dari Rahmat allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari Rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir”. (QS Yusuf : 87)
“Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia niscaya berpalinglah dia, dan membelakangi dengan sikap sombong, dan apabila dia ditimpa kesusahan niscaya dia berputus asa”.(Al Isra’ : 83)
c. Melakukan Evaluasi dan Pembenahan
Merupakan suatu keharusan seusai perang, apapun hasilnya baik menang atau kalah , untuk mengadakan evaluasi dan pembenahan. Dengan evaluasi ini akan dapat diketahui hal-hal yang positif dan hal-hal yang negatif, yang baik dan yang buruk, atau yang benar dan yang salah, dan dapat diketahui pula penyebab bagi keadaan tersebut, kemudian dilakukan muhasabah terhadap mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar